Saya bukanlah tipe orang yang senangberlarut-larut menyimak berita kehidupan artis Indonesia. Bagi saya, terlalu banyak sensasi didalamnya. Tidak mendidik dan tidak berkelas. Begitu pun dengan kasus terakhir yang sedang menimpa rumah tangga Aldi dan Fernita.
Awalnya, hanyalah kasus biasa. Jeritan seorang suami yang tidak terima istrinya berselingkuh. Menjadi menarik karena selingkuhan sang istri adalah seorang Bupati di daerah Jambi. Sebenarnya, bukanlah berita besar kalau si pejabat ini adalah orang 'biasa-biasa' saja. Tetapi, yang membedakan, pejabat ini bernama Zumi Zola yang nota bene adalah artis ganteng dan juga anak dari Mantan Gubernur di Jambi. Sebenarnya saya bertanya-tanya, kok bisa ya artis muda ini jadi Bupati? Ah, sudah lah, bukan itu yang akan saya bahas disini.
Justru pertanyaan besar yang muncul dibenak saya, juga para penikmat berita saat ini, kok bisa hal itu (kasus perselingkuhan) terjadi. Opini pun berkembang menjadi dugaan-dugaan yang melebar kemana-mana. Termasuk saya yang beranggapan bahwa kasus ini bukan hanya karena perselingkuhan saja. Bisa jadi ada muatan politisnya.
Ketika berita ini baru saja dibuka di publik, sebagai wanita pada umumnya, saya pun memiliki perasaan ‘jengah’ dengan aksi Aldi dan pihak-pihak dibelakangnya. Kok tega-teganya suami sendiri membuka aib rumah tangganya. Menuduh istrinya selingkuh, tidur seranjang, kumpul kebo, dan lain sebagainya. Tuduhan itu diungkapkan secara blak-blakan di depan media yang di baca jutaan orang Indonesia.
Kasus pun menjadi rumit manakala yang dituduh adalah anak pejabat publik yang punya harta dan kekuasaan. Ironisnya, setelah aksi serang ini, tuduhan justru berbalik ke arah Aldi, yang awalnya merasa terdzalimin dan tersakiti, menjadi tersangka atas beberapa kasus. Aldi terkena pasal penganiayaan dan siap menanti jerat hukum yang lain yaitu pencemaran nama baik. Dan akhirnya, berujung pada penahanan pada Aldi. Padahal, kalau dicermati, kasus perselingkuhan adalah kasus yang pertama kali diadukan ke pihak polisi, tapi, kenapa jadinya kasus penganiayaan dulu yang diproses. Ckckckckckkkk…….
Wajar saja pihak Aldi protes dan marah besar. Ujung-ujungnya, foto-foto telanjang Fernita di umbar dan dipertontonkan bak kacang goreng, di depan khalayak dan masyarakat. Semua orang seolah telah dibutakan oleh kondisi. Mereka terbawa arus emosi yang maha dasyat, sehingga melupakan satu tata nilai bernama ETIKA.
Dari rumitnya kasus ini, salah atau benar, pantas atau tidak, semuanya berakhir pada korban. Wanita lah yang menjadi korban paling dirugikan. Fernita bak hilang ditelan bumi. Meskipun saya tidak berpihak padanya, saya sebagai wanita bisa merasakan bagaimana malunya ia. Malu yang sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H