Mohon tunggu...
Aida Achia
Aida Achia Mohon Tunggu... -

Bersyukur dengan berbuat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membudayakan Menulis secara Adil dan Cerdas

24 Januari 2014   11:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:31 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini adalah tanggapan terhadap tulisan Bapak Teguh Sunaryo, yang sebelumnya menulis di Kompasiana dengan judul “Dahlan Iskan Belum Layak Jadi Presiden”. Karena penulis tersebut mengaku sebagai pemerhati pendidikan, saya ingin menanggapi dalam koridor pendidikan pula.

Tulisan ini juga didasari keprihatinan akan semakin banyaknya tulisan “menyesatkan” di media internet, karena selalu hanya memuat berita/ opini dari satu sisi, dan bertendensi memfitnah . Tidak ada sedikit pun sentimen pribadi saya terhadap penulis artikel tersebut. Yang ada hanya keinginan agarmedia internet menjadi sarana kita bersama untuk menyuburkan pola pikir yang cerdas (sistematis, kritis), tetapi tetap fair (melakukan perimbangan informasi), suatu pola pikir yang dimiliki bangsa yang maju dan bermartabat. Kebetulan saya  seorang praktisi pendidikan; setidaknya sebagai seorang ibu, saya sangat peduli pada pendidikan anak, termasuk “menu” yang mungkin disantap anak-anak saya ketika membuka internet. Menu yang berbau pornografi dan sadisme relatif mudah ditangkal karena banyak aplikasi untuk itu. Tetapi menu lain, seperti yang mengarah pada pembentukan cara berpikir yang timpang, menghasut, mendiskreditkan, menebar fitnah, mencaci dan menghujat tanpa etika,rasanya belum ada program/aplikasi penangkalnya. Menyedihkandan mengerikan sekali membayangkan anak-anak muda Indonesia dijejali dan dibiasakan dengan pemikiran atau analisis yang timpang, dangkal, tidak adil, penuh prasangka negatif, pesimisme, fitnah, dan sumpah serapah.

Dengan kemudahan mendapatkan informasi di saat ini, ketika informasi hanya berjarak sekian detik dari jari kita, seharusnya kita selalu mengkritisi dan melakukan klarifikasi ketika menerima suatu berita, khususnya ketika berita tersebut cenderung memojokkan seseorang. Saya pernah menulis artikel di Kompasiana, tentang betapa mudahnya (dan tidak bertanggungjawabnya) seorang reporter media di internet memutarbalikkan omongan pejabat (kebetulan dalam contoh tersebut adalah Dahlan Iskan) http://politik.kompasiana.com/2013/12/24/negeri-fitnah-dan-sumpah-serapah--621335.html Sekali lagi, tulisan ini hanya untuk mendorong agar kita berhati-hati dan bijak dalam mengelola informasi.

Apa yang saya sampaikan di bawah ini hanya contoh ketimpangan informasi. Ada 4 poin yang dibahas di dalam artikel “Dahlan Iskan Belum Layak Jadi Presiden” yang menurut hemat penulis, cukup menarik untuk dikritisi .

1. Kenaikan harga gas Elpiji. Penulis artikel tersebut menyalahkan Dahlan tanpa menimbang hal lainnya. Tidak ada pembahasan bahwa yang naikHANYA harga gas Elpiji 12 kg dan harga Elpiji 3 kg tidak naik. Tidak dibahas Elpiji 12 kg itu seperti pertamax yang yang tidak disubsidi Pemerintah sehingga harganya seharusnya mengikuti harga pasar, dan bahwa sejak tahun 2009 harga Elpiji 12 kg tidak naik padahal Pertamina sudah 8 x memohon izin menaikkan harga Elpiji 12kgtetapi tidak disetujui DPR. Juga TIDAK DIBAHAS BAHWA KENAIKAN ELPIJI 12 KG ADALAH REKOMENDASI DARI BPK AGAR PERTAMINA TIDAK TERUS MENERUS RUGI KARENA TERPAKSA MENSUBSIDI MASYARAKAT YANG MAMPU MEMBELI ELPIJI 12 KG. Saya setuju bahwa kenaikan yang sangat drastis memang pilihan yang tidak bijak, tetapi perlu dikaji peran Dahlan dalam menentukan besaran kenaikan harga Elpiji 12 kg. Dahlan memang menyatakan bahwa dia menyetujui kenaikan harga karena sejalan dengan rekomendasi BPK, tetapi dia tidak tahu bahwa akan naik sedrastis itu, karena itu keputusan di tingkat teknis korporasi Pertamina. Bisa dibilang dalam hal ini Dahlan bersalah karena tidak mengecek berapa kenaikan harga terakhir yang diputuskan oleh Pertamina, tetapi kenaikan harga tersebut bukanlah keinginan Dahlan sendiri (melainkan rekomendasi BPK), dan Dahlan telah menunjukkan tanggung jawab dengan merevisi besaran kenaikan, tanpa menyalahkan siapa pun.

2. Prestasi Dahlan sebagai dirut PLN.

Ketika Anda tidak pernah mendengar sama sekali tentang prestasi Dahlan, janganlah terburu menyimpulkan berarti Dahlan tidak punya prestasi. Karena bisa jadi masalahnya cuma : “Anda lah yang tidak pernah / tidak mau mendengar” .Silakan simak ini http://suarapengusaha.com/2012/04/16/nih-dia-10-prestasi-dahlan-iskan-selama-memimpin-pln/ .atau ini : http://www.beritasatu.com/ekonomi/120211-pln-tahun-ini-100-pulau-terluar-akan-teraliri-listrik.html. Juga, perlu ditambahkan bahwa pada tahun 2013, ada puluhan pembangkit listrik diresmikan di seluruh Indonesia, yang pembangunannya diinisiasi saat Dahlan menjadi Dirut PLN. Selain itu, pada tahun 2009 Dahlan adalah Dirut BUMN yang pertama kali dalam sejarah Indonesia menjalin kerja sama transparansi keuangan dengan BPK, baca http://www.jpnn.com/read/2014/01/17/211429/Ketua-BPK-Puji-Dahlan-Iskan- . Kalau menimbang di masa sebelumnya PLN (dan kebanyakan BUMN) telah menjadi ladang korupsi dan sapi perah politisi, keputusan untuk menggandeng BPK adalah suatu keberanian, dan karenanya, bisa disebut prestasi , atau minimal diapresiasi. Tentu Anda tidak harus menerima info di atas begitu saja. Adalah hak kalau Anda menilai prestasi Dahlan saat menjadi Dirut PLN di tahun 2009-2010 dengan kondisi PLN saat ini di mana listrik sering mati di beberapa daerah. Akan tetapi akan sangat cerdas dan terhormat (respectable) kalau dalam menyimpulkan seorang penulis tidak mengesampingkan begitu saja fakta-fakta lain.

3. Saat menjadi menteri BUMN, Dahlan tidak lebih baik (?)

Ini mirip kasus di atas. Karena tdak pernah mendengar informasi tentang prestasi Dahlan sebagai menteri BUMN, lalu dengan enteng menyimpulkan Dahlan tidak punya prestasi. Padahal bisa saja itu karena keterbatasan pengetahuan dan keterbatasan liputan media yang tentu mengutamakan “nilai jual”.Seorang gubernur yang mendatangi langsung korban banjir dan membagikan sendiri bantuan beras dan buku tulis tentu lebih “menyentuh” perhatian dari pada seorang menteri yang rapat hingga tengah malam di ruang tertutup untuk memperbaiki kinerja suatu perusahaan, kan? Saya bagikan sedikit info perimbangan di sini. Tentu, tidak ada keharusan untuk menerima info ini, tetapi sikap adil yang menjadi ciri manusia beradab selalu membutuhkan kemauan untuk “berimbang”. Jadi silakan saja dikaji dan dikritisi... http://politik.kompasiana.com/2013/10/17/menyambut-2-tahun-dahlan-iskan-menjadi-menneg-bumn-601026.htmlatau http://chirpstory.com/li/167929 atau http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/01/melihat-indonesia-dari-keberhasilan-dahlan-iskan-615693.html.

4. Tidak berkomentar apa pun soal kecelakaan kereta api yang ditabrak tanki pertamina (?)

Ini juga subyektif dan naif sekali. Silakan cek http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/12/10/mxl30l-pertamina-diminta-tinjau-ulang-sistem-distribusi-tangki-bbmatau http://economy.okezone.com/read/2013/12/09/320/909619/komentar-dahlan-iskan-soal-kecelakaan-kereta-api-di-bintaro . Dari link di atas menunjukkan bahwa sebenarnya itu adalah teguran Dahlan untuk Pertamina. Memang Dahlan tidak tampak melakukan tindakan “heroik” seperti langsung datang ke lokasi, memberikan santunan kepada korban dengan tangan sendiri, karena hal tersebut telah dilakukan dengan sangat cepat dan baik oleh Dirut KAI Ignatius Jonan, dan memang itu bukan tugas seorang menteri. Tetapi Dahlan menyikapi kecelakaan tersebut dan memikirkan cara mencegah supaya tidak terulang lagi dengan sikap yang lebih strategis dalam kapasitas sebagai menteri. http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/12/09/dahlan-iskan-ngotot-minta-pemda-bangun-underpass-di-bintaro

Sekali lagi saya tidak pada posisi membela siapa-siapa. Saya hanya berharap, orang Indonesia, khususnya  yang (mestinya) terdidik (lha iya toh.. wong sudah bisa pakai internet) membuat tulisan yang cerdas, adil, tidak mendiskreditkan atau mengarah ke fitnah atau menyesatkan. Mari kita wujudkan budaya bangsa yang bermartabat melalui tulisan yang cerdas, santun, dan adil di mana pun, khususnya di media internet. Salam menuju perbaikan !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun