Kosong, ya hanya itulah yang bisa aku rasakan ketika mendapat tugas ini. Apa yang bisa aku lakukan ketika dosen memberikan tugas untuk menulis cerpen, dan salah seorang tokohnya harus seorang tokoh yang mengalami gangguan psikologi. Ya, aku memang salah seorang mahasiswi di salah satu Universitas ternama di kota Malang. Hujan dari pagi buta sampai petang ini menambah kegalauanku. Hanya satu kata yang mondar-mandir terpintas dalam ingatanku. Aku iso opo? Aku raiso nggae cerpen. Trus aku kudu piye?
Di tengah-tengah kegalauanku aku bertemu sosok, seorang matematikawan, seseorang yang tidak bisa dikatakan normal. Siapa ya? Aku mengingat-ngingatnya dengan sangat keras. Aku tidak pernah bertemu dengannya. Tidak. Sungguh tidak pernah. Namun ada ingatan terbelesit, ya aku pernah melihatnya beberapa jam dalam suatu adegan, sebuah film. Aku ingat itu John Forbes Nash, tapi menagapa beliau memasuki kelasku dalam mata kuliah Psikologi Abnormal. Ada apa dengan beliau? Beliau memang abnormal, tapi apa yang melatarbelakangi beliau masuk kelas ini? Bukankah beliau sudah meninggal? Hehe, entahlah aku tak mengerti.
Tidak cukup mengerti aku dengan keadaan ini, beliau menuju meja dosen, membuka tasnya dan berkata:
“ Anak-anak, sekarang kita akan membahas tentang skizofrenia. ” kata pembuka dari pak Nash
“Baik pak.” Teman-teman membuka tas nya untuk mengeluarkan ATK, bersiap-siap untuk mendengarkan penjelasan dari pak Nash. Begitupun juga saya yang tidak mau dipandang berbeda dengan keadaan itu. Saya juga meneluarkan alat tulis dan mendengarkan penjelasan dari pak Nash.
Tetap saja walaupun saya tidak terlihat berbeda degan apa yang dilakukan oleh teman-teman kelas saya namun kebingungan dan semua pertanyaan bertambah setiap kalisaya berusaha untuk meredakannya. Apa-apan ini, batin saya. Semua yang terjadi malah membuat saya bengong di kelas dan tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Untungnya pak Nash tidak menghiraukan keadaan saya, tidak pak Nash hanya melanjutkan penjelasannya saja. kemudian beliau berkata :
“Saya didiagnosis menderita skizofrenia ketika saya berumur 31 tahun, itu terjadi ketika saya sudah menikah, iya saya ingat sekali itu. Saat itu saya lulus pasca sarjana dan saya menjadi seorang dosen. Saya tidak berdaya dengan khayalan yang menyiksa saya, sehingga saya sering sekali keluar masuk rumah sakit jiwa. Ingat saya pasien dari RSJ!” sebagian dari penjelasan beliau
Seorang mahasiswa bertanya :
“Lalu apa yang dapat menyembuhkan anda pak ? hingga bapak sekarang dapat berkomunikasi dengan baik dan menjadi motivator bagi sebagian orang?”
Kening saya mengerucut lagi, ini kan dikelas, namun mengapa banyak reporter disini. Dan dia yang bertanya ada ID card yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang reporter. Namun saya berfikir ‘ah, mungkin merekaa reporter yang dikirim fakultas. Kan Pak Nash adalah orang penting’. Tidak lama kemudian beliau menjawab:
“Penderita skizofrenia tidak dapat disembuhkan, namun hanya dapat menjadi lebih baik saja. Istri saya bercerita bahwa selama 3 dasawarsa saya menajdi sosok yang pendiam, bahkan untuk menggendong anak saya pada saat itu saja saya tidak mampu. Jungkir balik istri saya yang kemudian berhasil menjadikan saya lebih baik. Istri saya sesekali mengingatkan untuk membuang sampah setiap pagi. Pada kegiatan saya membuang sampah pada awalnya, kemudian istri saya bertanya ‘apakah kamu bertemu dengan seseorang?’, setiap hari istri saya menyuruh saya untuk membuang sampah. Dan istri saya berhenti menuruh saya ketika keadaan dengan apa yang saya ucapkan sesuai dengan kenyataan. Karena sebelumnya ketika saya membuang sampah saya merasa saya bertemu dengan teman khayalan saya atau bertemu dengan petugas kebersihan. Padahal ketika istri saya melihat keadaan itu tidak sama dengan keadaan yang saya katakan. ”
Kemudian beliau memanggil istrinya dan putranya untuk maju ke depan. Semua mahasiswa mengeluarkan kameranya untuk mengabadikan momen itu. Kemudian aku bertemu dengan salah seorang teman dekatku dan bertanya sesungguhnya apakah yang terjadi pada saat ini, namun jawaban aneh yang saya dengar. Temanku berkata:
“ikaaaa,,,, bangun!! Waktunya sholat ashar”
Ketika aku membuka mata aku baru sadar kalau semuanya hanya mimpi belaka. Jadi ingat, pertemuan itu memang terjadi tetapi di alam mimpiku. Yaa,, mimpi memang sering kali tidak logis. Beberapa waktu lalu memang aku sempat menulis artikel tentang pak Nash, dan karena bingungnya mau menulis apa dan siapa, mungkin itu yang membuat aku bermimpi tentang kejadian semacam itu.
Apa yang tejadi pada mimpi saya memang bukanlah kenyataan. Namun pak John Forbes Nash memang merupakan salah seorang tokoh matematikawan yang berhasil menciptakan konsep ekonomi yang hingga kini dijadikan sebagai dasar teori ekonomi kontemporer. Pada tanggal 11 Oktober 1994 Beliau berhasil memenangkan Hadiah Nobel karena teorinya tersebut.
Ada beberapa rahasia yang mungkin tidak diketahui oleh nash yakni neliau tidak pernah membaca buku karya orang lain, karena menurutnya buku- buku itu akan mencampuri idenya sendiri untuk berkarya. Perjalanan hidup ilmuwan lulusan Carnegie Mellon University dan Princetn University ini diiringi dengan banyak kegagalan dan amsalah hidup yang selalu menghantuinya. Denga dukungan penuh dari ibu, itri dan saudaranya Nash akhirnya berhasil mengalahkan penyakit skizfrenia dan bersedia membuka aibnya bahwa beliau pernah mengalami gangguan skizfreia agar masyarakat dapat memetik pelajaran dari perjalanan hidupnya. Prof, John farbes Nash Jr. memang merupakan pemenang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam perjuangan hidup melawan penyakitnya.
Diadaptasi dari film A Beautiful Mind
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H