Mohon tunggu...
Ahda Syamila
Ahda Syamila Mohon Tunggu... -

Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Perilaku Konsumtif Menjadi Budaya Remaja

20 Desember 2014   19:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:52 3508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memenuhi kebutuhan hidup merupakan sifat dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan); sekunder (TV, sepeda motor dll); dan tersier (hiburan, mobi, alat rumah tangga mewah). Usaha manusia untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya telah mengalami perkembangan.

Kebutuhan tersier merupakan kebutuhan yang bersifat “hiburan”. Tetapi saat ini kebutuhan tersier seperti menggantikan kebutuhan primer. Gaya hidup mewah yang diperkenalkan kepada masyarakat melalui media elektronik, media cetak, media sosial dll menjadi pedoman mayoritas masyarakat saat ini terutama kaum muda. Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan tentang lingkungan sekitar.

Gaya hidup bisa menjadi indentitas suatu individu atau kelompok. Hal ini sudah terjadi di berbagai Negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Salah satu faktor pendukung gaya hidup ialah informasi. Pesatnya perkembangan teknologi jaman sekarang memudahkan masyarakat Indonesia terutama kaum muda dalam mengakses informasi tentang gaya hidup yang mereka inginkan. Tidak hanya melalui TV, Koran atau tabloid, kemajuan teknologi menyuguhkan kemudahan melalui internet. Dengan mudah masyarakat mengakses internet yang sekaligus menjadi pemicu terjadinya perubahan perilaku seseorang tentang gaya hidup. Yang dulunya mendapatkan barang produk luar negeri harus jauh-jauh pergi ke luar negeri, kini dengan mengakses internet memudahkanmasyarakat membeli atau mengkonsumsi barang-barang produksi luar negeri tanpa harus pergi keluar negeri. Apalagi bagi kaum muda, informasi tentang gaya terkini, gaya berpakaian artis yang menjadi tren atau tempat nongkrong yang sedang digemari menjadi sangat mudah untuk diketahui melalui internet.

Kini mengkonsumsi barang bukan lagi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, kebutuhan yang sifatnya “hiburan” seperti telah menggantikan kebutuhan pokok. Di Yogyakarta, khususnya kaum muda dalam hal ini adalah mahasiswa menjadi salah satu incaran empuk oleh para produsen.

Mahasiswa cenderung mengikuti tren terbaru. Misalkan seorang mahasiswa mempunyai pakaian yang masih ketika barang masih layak dipakai tapi demi memenuhi kinginannya untuk mengikuti trenterbaru ia membeli pakaian tersebut agar tidak dianggap ketinggalan jaman. Perilaku semacam ini disebut perilaku konsumtif yakni Ketika seseorang mempunyai hasrat untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan demi kepuasan pribadi.

Perilaku konsumtif semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Banyak faktor yang mendorong perilaku ini. Perilaku ini tentu menguntungkan bagi pihak produsen. Namun, jika perilaku ini dibiarkan tentu akan merusak karakter anak bangsa. Seseorang menjadi semakin malas menciptakan hal baru karena ia dengan mudah memenuhi hasrat mereka yang telah tersedia di pasar. Sesuatu yang perlu ia lakukan ialah memilih dan membeli barang tersebut. Walaupun tidak dapat dipungkiri perilaku konsumtif tidak hanya di alami oleh kaum muda saja khususnya mahasiswa. Anak dibawah umur hingga orang tua atau dewasapun bisa saja mengalami hal tersebut.

Faktanya berdasarkan data survey yang dirilis pada tahun 2013 oleh Lembaga Perlindungan Konsumen. Menunjukkan adanya permintaan barang-barang mewah yang cukup signifikan. Dari yang tadinya 3.6 % menjadi 19% dari total permintaan barang selama tahun 2013. Belum lagi kenyaatan bahwa subyek survey kebanyakan merupakan kalangan menegah kebawah (berpenghasilan 8.00.000-3.000.000 per bulan) menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat kelas menengah menjadi konsumtif.

Hal ini semakin diperparah dengan data dari Marknetter’s (2013) yang menyatakan bahwa penggerak ekonomi pasar website jual beli online merupakan kaum muda, dengan rincian; remaja berumur 17-19 menempati urutan pertama (34%), dilanjutkan oleh netizen berumur 20-28 (27%) kemudian berumur 28-35 (21%) dan diatas 35 tahun (18%). Dari sini kemudian disimpulkan bahwasannya pasar online sangat bergantung dari budaya konsumsi dari netizen yang berusia relatif muda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun