Rame-rame berita mengenai kenaikan harga gas di Indonesia, yang dimulai sejak 1 Januari 2014 membuat saya senyum-senyum sendiri. Dari pihak yang menaikkan bilangnya karena merugi, takut kena sensor BPK makanya dinaikkan. Dari pihak konsumen bersuara lantang menolak karena harganya yang kian tidak masuk akal, terutama untuk tabung besar. Dari pihak pahlawan kesiangan, ya seperti biasa, selalu coba cari kesempatan sok-sok-an membela rakyat biar elektabilitasnya terdongkrak. Selalu begitu ending cerita di negeri tercinta Indonesia. Rakyat kecil jadi korban permainan per-setongkolan beberapa mulut yang haus harta, kekuasaan dan pengakuan.
Beda sama saudara-saudara yang di Indonesia, saya bahkan sudah menjerit-jerit sejak dua bulan lalu, akibat kenaikan tagihan gas yang luarrr biasa fantastis. Memang, di sini, negeri Kenshin Himura ini sudah dingin njekut sejak bulan November lalu, jadi mau tidak mau cuci piring pakai air anget, untuk ngangetin air pakai gas. Karena dingin jadi sering laper, untuk masak pakai gas. Mau buang air kecil pakai air anget, ngangetin air pakai gas lagi. Mandi yang frekuensinya sudah dikurangi dari dua kali sehari menjadi dua hari sekali juga harus pakai air anget, ngangetin airnya pakai gas. Karena semuanya itu, tagihan gas yang biasanya dibawah 5000 yen (500.000 rupiah) menjadi dua kali lipatnya. Lihat tagihannya saja saya sudah berhenti bernapas.
Untungnya, pakai gas di sini ga harus beli satu tabung-satu tabung. Tabung gas besar-besar terpasang di Apato, dengan pengelolaan pihak perusahaan gas. Masing-masing kamar apato dikasih meteran penggunaan gas, semacam listrik atau PDAM di Indonesia lah. Dan ga pernah tu ada keluhan tiba-tiba gas habis. Gasnya ga pernah kehabisan karena selalu terkontrol. Di setiap rumah, terutama di dapur juga dipasang alat pendeteksi kebocoran gas yang akan bunyi kalau ada gas bocor. Kalau mau pindah atau keluar dari apato, atau baru masuk ke apato baru, maka petugas akan datang untung menghidupkan gas, memasang kompor gas, mencoba kompornya, memastikan semua aman. Pun saat pemutusan gas, petugas yang mematikan.
Saat winter tak hanya tagihan gas yang melonjak, listrikpun tak kalah mencekik. Tagian listrik saya bulan lalu hampir 10.000 yen (1 juta rupiah). Padahal saya di rumah cuma kalau sore sampai pagi, dan hanya dengan anak saya. Yah apa mau dikata, soalnya setiap masuk rumah harus menghidupkan heater listrik biar ga kedinginan. Bener-bener pengorbanan deh menikmati indahnya winter, dibayar mahal pakai tagihan listrik dan gas yang dua kali lipat dari biasanya.
Memang beruntung sebenarnya hidup di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H