Mohon tunggu...
Aeni Pranowo
Aeni Pranowo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Enjoy the sun and the rain!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karena Serah-Terima Laporan Hasil Belajar Itu Hari yang Menyenangkan

15 Juli 2016   13:21 Diperbarui: 15 Juli 2016   13:27 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Juli sudah memasuki tanggal-tanggal pertengahan. Saat anak-anak Indonesia besok senin sudah mulai masuk sekolah lagi, anak-anak di sini baru mau memulai liburan musim panas pekan depan. Dan dua hari ini adalah hari sibuk bagi orang tua, terutama yang punya anak usia sekolah lebih dari satu. Dua hari ini adalah jadwal pengambilan laporan studi anak selama satu caturwulan (periode April-Juli). Sekolah SD-SMA di Jepang memang masih menganut sisten caturwulan, bukan semesteran. Laporan belajar siswa diberikan 3 kali, yaitu sebelum liburan musim panas seperti sekarang, sebelum liburan musim dinggin bulan Desember dan nanti di akhir tahun ajaran yaitu bulan April.

Anak saya, Nasywa, tahun ini sudah kelas 2. Seperti tahun pertama kemarin, di kelas 2 ini kegiatan pokoknya tak jauh berbeda. Pelajaran pokoknya juga masih sama, yaitu bahasa Jepang meliputi membaca dan menulis, matematika, musik, olahraga dan ilmu sosial yang meliputi keterampilan, hubungan manusia dengan lingkungannya (biotik dan abiotik). Olahraga meliputi kelenturan badan, atletik dan juga renang. Musik mulai dari sekedar mendengarkan musik sampai memainkan alat musik. Matematika juga belum terlalu rumit, masih belajar penggunaan penggaris untuk tahu satuan panjang, lalu satuan volum dan tambah kurang dengan bilangan puluhan hingga ratusan. Yang paling menyulitkan adalah menulis kanji, karena dia ga ada mentornya. Saya yang seharusnya mendampingi dia belajar kanji ternyata keadaannya lebih buruk. Iyes, saya buta huruf kanji. Ngenes to the max.

Dan untuk momen pemberian laporan belajar anak, ada yang sedikit eh banyak berbeda dengan yang biasa di Indonesia. Bukan bermaksud membandingkan, hanya barangkali cerita ini bisa menginspirasi bapak ibu guru bagaimana membuat proses penerimaan laporan belajar siswa yang tidak crowded, riuh dan sesak.

Yang pertama, hari pengambilan laporan belajar dibagi menjadi 2  hari. Setiap hari ada 4 kelompok yang datang dengan anggota tiap kelompok terdiri dari 3 nama siswa. Untuk setiap kelompok sudah dijadwal waktunya, misal untuk kasus saya kemarin saya ada di kelompok jam 15:30-16:00 dan saya ada diurutan 3. Nama pertama akan masuk ruangan di jam 15:30 pas lalu setelah selesei orang berikutnya masuk dan seterusnya. Dengan demikian parkiran tidak penuh dengan kendaran orang tua siswa, sekolah juga sudah sepi karena anak-anak sudah pulang (ke rumah atau ke penitipan). 

Yang kedua, pemberian laporan belajar dilakukan secara privat, guru langsung berhadapan dengan wali murid satu-satu bukan rame-rame. Dengan begini, guru bisa benar-benar jujur dan terbuka menyampaikan kelebihan dan kekurangan anak di sekolah untuk kemudian bisa ditanggapi oleh orang tua. Pun sebaliknya, jika orang tua merasa ada masalah yang hendak disampaikan ke guru, bisa disampaikan dengan lebih leluasa karena tidak ada pihak ketiga yang ikut mendengarkan. Terkadang dari luar terdengar gelak tawa antara guru dan wali murid juga. Yang pasti mereka ga lagi nrumpiin drama korea hihihi

Yang ketiga, pemberian jadwal seperti ini akan memudahkan wali murid membagi waktu. Mengingat ada beberapa orang tua yang memiliki anak usia sekolah lebih dari satu. Beda level lagi, yang satu SD yang satu SMP. Biasanya sebulan sebelum penerimaan laporan studi, wali murid mendapatkan surat dari wali kelas yang berisi jadwal pengambilan laporan. 

Wali murid diberikan kesempatan untuk mengusulkan penggantian waktu sampai tanggal yang sudah ditentukan untuk kemudian wali kelas akan menyesuaikan kembali dan mengirimkan jadwal hasil revisi. Saya pernah melakukan usulan penggantian waktu karena di hari yang ditetapkan saya ada seminar. Akhirnya saya minta pindah hari berikutnya dan diletakkan di kelompok paling akhir dan urutan paling akhir. Jadi, kerjaan orang tua tetap berjalan normal, tapi kewajiban sebagai wali juga tidak terabaikan.

Yang keempat, yang terakhir, moment pemberian dan pengambilan laporan hasil belajar bukanlah sesuatu yang harus dibuat horror dan istimewa. Anak-anak tetap sekolah seperti biasa dan pulang seperti biasa. Bahkan kemarin di SMP anak-anak yang masuk di club masih latihan sepak bola, musik, dan lain-lain. Siswa SD pun ya biasa aja, mereka pulang seperti biasa. Hari ini pun masih ada tes matematika di kelas Nasywa padahal kemarin sudah terima reportnya. Karena proses anak belajar itu yang dinilai, jadi meskipun laporan sudah diberikan bukan berarti anak bisa santai tak belajar dan beraktivitas. Bahkan, kemarin saya juga dengan amat berat harus menerima seamplop pekerjaan rumah yang harus dikerjakan selama liburan musim panas nanti. 

Sebenarnya, ada sebuah kesalahan persepsi yang sudah terlanjur memasyarakat dikarenakan sebuah gambar yang banyak di share di media sosial. Di gambar itu disebutkan bahwa anak SD kelas 1-3 di Jepang ga pernah ada ujian (exam), karena tujuan pembelajarannya adalah pendidikan mental. Itu adalah pemahaman yang salah kaprah. Anak SD di sini itu bebannya bahkan jauh lebih berat dibandingkan anak SD di Indonesia sepertinya. Anak SD kelas 1 PR nya banyak, dari mulai menghafal tambah kurang bilangan satuan sampai puluhan, menulis hiragana dan katakan plus 80 macam kanji, membaca, dan main lompat tali (nawatobi) dengan berbagai gaya (maju, mundur, menyamping, menyilang) yang dilakukan sepanjang minggu dan akhir minggu. Saat liburan adalah saat-saat paling berat karena PR nya banyaaaaak (saking banyaknya). Ujian tetap ada, bedanya, tidak dijadwalkan seperti sekolah SD di Indonesia. Testo testo semacam itu dilakukan kapan saja oleh guru. Hasilnya juga dibagikan, bahkan untuk tes kanji hasilnya ditempel di Ondoku kaado (kartu kegiatan). Saya yang lihat aja stress apalagi anak. Untungnya, pemahaman bahwa nilai bukan yang utama itu sudah ada sejak awal. Jadi meskipun kadang nilainya 60 ya santai aja, berarti harus belajar lagi begitu.

Laporan hasil belajar yang diberikan juga sebenernya tidak jauh beda dengan sekola di Indonesia yang menerapkan kurikulum 2013. Meskipun sebenernya terlihat simple, tapi penilaian semacam ini membutuhkan energi guru yang tidak sedikit. Karena selain berdasarkan portofolio, pengamatan guru kepada siswa porsinya harus lebih banyak. Di bawah ini salah satu contoh laporan belajar anak saya. Ini versi bahasa Inggrisnya dan versi Bahasa Jepangnya pun ya sama cuma selembar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun