Mohon tunggu...
Adi W. Gunawan
Adi W. Gunawan Mohon Tunggu... lainnya -

Adi adalah Doktor Pendidikan, Dosen Psikologi S1/S2, penulis 22 buku laris bertema Mind Technology dan Pendidikan, trainer hipnoterapi klinis, trainer dan konsultan pengembangan diri, Presiden dari Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, dan Ketua Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hipnosis Forensik and Memori

3 Februari 2016   15:08 Diperbarui: 3 Februari 2016   16:05 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hipnosis forensik adalah salah satu cabang ilmu hipnosis yang fokus pada penggalian data/memori (memory retrieval) di pikiran bawah sadar subjek. Hipnosis forensik digunakan dalam penyidikan untuk membantu saksi mengingat kembali kejadian dan memberikan gambaran mengenai pelaku atau orang yang dicurigai sebagai pelaku. Tidak semua upaya mengingat kembali suatu kejadian membutuhkan bantuan hipnosis forensik. Hipnosis forensik digunakan apabila semua upaya standar telah dilakukan dan saksi (korban) tetap tidak mampu mengingat kejadian, karena terjadi blocking yang mengakibatkan (selective) amnesia.

Satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh hipnoterapis, yang melakukan hipnosis forensik, yaitu ia tidak bisa membuat atau memaksa seorang tersangka untuk mengaku sebagai pelaku kejahatan karena hal ini tidak mungkin bisa dilakukan. Kasus persidangan pertama yang melibatkan hipnosis forensik adalah kasus Cornell vs Superior Court of San Diego di tahun 1959.
 
Proses melakukan hipnosis forensik mirip, namun berbeda, dengan proses mencari akar masalah dalam hipnoterapi. Dalam hipnoterapi, hipnoterapis membantu klien menemukan akar masalah yang mengakibatkan munculnya simtom umumnya dengan menggunakan teknik affect bridge yang dilanjutkan dengan age regression. Dalam hipnosis forensik hipnoterapis tidak mencari akar masalah namun berusaha menggali data yang ada di pikiran bawah sadar subjek dengan menggunakan age regression ke spesific event, dalam hal ini ke segmen memori yang menyimpan data kejadian.

Dalam hipnoterapi data apapun yang muncul, tergali, atau dimunculkan oleh pikiran bawah sadar, yang berhubungan dengan simtom, adalah “benar” karena berdasarkan realita subjektif klien, dan materi ini mempunyai validitas terapeutik. Hipnoterapis, dalam hal ini, tidak berkepentingan untuk menyelidiki validitas atau keabsahan data objektif. Hipnoterapis menggunakan data apapun yang diperoleh untuk melakukan restrukturisasi afektif dan kognitif demi kesembuhan klien.

Namun hal ini sangat berbeda dalam konteks hipnosis forensik. Penggalian data yang dilakukan dalam sesi hipnosis forensik tidak bertujuan untuk mencari akar masalah namun untuk mendapatkan penjelasan naratif dan deskriptif mengenai kejadian tertentu yang berhubungan dengan penyelidikan.

Walaupun mengggunakan hipnosis forensik tidak berarti dan juga tidak menjamin bahwa data yang berhasil digali adalah pasti data yang akurat dan benar.  Berbagai riset yang dilakukan terhadap memori saksi mata dan kondisi hipermnesia menunjukkan bahwa memori bersifat rekonstruktif, yaitu tidak seperti video yang merekam kejadian apa adanya dan selanjutnya akan menampilkan hasil rekaman itu juga apa adanya (Bowers & Hilgard, 1988). Sebuah “memori” bisa sebagian berisi informasi apa adanya, bisa sebagiannya fantasi, atau bisa juga terkontaminasi oleh memori lainnya.

Ketidakuratan memori yang tergali atau diingat dipengaruhi oleh proses masuknya informasi ke memori (fase recording), fase penyimpanan data di memori (fase retention), dan saat penggalian data (fase retrieval).

Setiap fase ini rawan distorsi. Fase recording ini dipengaruhi banyak hal, antara lain kondisi mental dan  emosi subjek saat mengalami kejadian dan juga dipengaruhi situasi dan kondisi lingkungan tempat terjadinya kejadian.

Fase retention adalah fase tersimpannya data di memori (pikiran bawah sadar). Dalam fase ini data tidak statis karena bisa mengalami distorsi, berkurang atau bertambah, karena mendapat pengaruh dari faktor eksternal, dan lebih sering karena faktor internal, yaitu data awal tercampur dengan data sebelumnya atau sesudahnya.

Fase penggalian data (retrieval) juga sangat berpengaruh pada data apa yang muncul dan seberapa besar distorsi yang terjadi. Di fase inilah hipnosis forensik dilakukan. Susunan kalimat, pilihan kata, tekanan dan intonasi suara, ekspektasi, dan bahasa tubuh hipnoterapis saat mengajukan pertanyaan kepada subjek sangat menentukan data apa yang akan keluar dari memori. 

Amnesia adalah kondisi lupa sebagian atau menyeluruh terhadap suatu kejadian yang diakibatkan oleh shock, gangguan psikologis, kerusakan pada otak, atau sakit. Dalam konteks hipnoterapi amnesia terjadi karena faktor psikologis yaitu karena seseorang mengalami pengalaman traumatik yang bermuatan emosi negatif intens sehingga pikiran bawah sadar melakukan fungsi defense mechanism dengan menekan informasi ini ke bawah sadar agar tidak dapat diakses oleh pikiran sadar.

Saat hipnosis forensik dilakukan subjek akan mengalami hipermnesia yaitu meningkatnya daya ingat secara luar biasa sehingga bisa mengingat dengan detil kejadian atau pengalaman di masa lalu. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat hipnosis forensik tidak hanya berhenti di level hipermnesia namun harus bisa membawa subjek masuk ke kondisi revivifikasi atau mengalami kembali pengalaman atau kejadian sebelumnya, bukan sekedar mengingat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun