Mohon tunggu...
Ridwan Adi
Ridwan Adi Mohon Tunggu... wiraswasta -

SATU spiritualitas..SATU Identitas...SATU kebenaran..SATU pengertian..SATU hati...SATU kesadaran...SATU kemanusiaan...SATU keyakinan...SATU AGAMA..,[ IALAH DIRIMU SENDIRI ]. It's Just About Yourself and for yourself...*HUMANKIND*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akal dan Keimanan

28 September 2010   03:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:54 1884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengan apa seharusnya kita beragama, dengan akal atau dengan Iman. MengapaAl-Quran diperuntukkanuntukorangberiman pada yang gaib , bukan orang yang berakal ?. (Al- Baqarah 3).Apakah Iman berada diatas akal dan apakah Iman lebih diperlukan dalam beragama dari pada akal?

Seringkita menemukansebuah ungkapansetengah putus asa dari seorang pencariTuhan, “AkaldanImanitu tidak akan bisa bertemu, atauIlmupengetahuan dan agama itu tidak akan bisa disatukan, Imandidahului dengansikap tunduk dan pasrah serta percaya , yakin tanpa syarat ,sedang ilmu pengetahuanmerupakan pencarian yangmembutuhkan alasan,”.Benarkah demikian?

Sebelum kita mengkajinya sebaiknya kita mengerti terlebih dahulu tentang definisi akal dan Iman.Akaldiambil dari bahasa arab yang artinya adalah alasan atau kurang. Kata ini memang tepat untuk digunakan karena sesuai dengan sifat akal kita yang bergerak atas dasar alasan ( Reason) . Akal tidak mau mempercayai segala sesuatu jika tidak ada bukti atau alasan yang membuatakal sendiri percaya. Akal disebut sebagai kurang karena akal memang terbatas, tidak bisa menjelaskan semua realitas secara penuh kecuali yang dipahami dan dimengerti oleh akal itu sendiri. Sedangkan realitas dan kebenaran sifatnya berdiri sendiri.

Pertarungan antara akal dan keimanan sebenarnya adalah menyangkut posisi dan jangkauan keduanya dalam memahami realitas. Karena akal sifatnya terbatas maka kemampuan akal pun akan tidak sebanding , jauh lebih rendah bila dibanding jangkauan Iman dalam memahami realitas.

Iman berada di Hati, sedangkan akal berada di pikiran. Akal hanya berupa rasioantaraapa yang benar menurut dirinya dan apa yang salah menurut dirinya.Jadi akal hanya berupa sirkuit pembuluh darah otak saja. Sedangkan Iman adalah Energi yang bisa menembus realitas dan bersifat hidup.Inilah mengapaJalaludin Rummi mengatakan , “ Pandangan hati itu lebih kuat 70 kali lipat dari pandangan mata, “.

Banyak bukti yang bisa kita jadikan referensi, mengenai insting, mengenai firasat, mengenai naluri, mengenai indera ke enam , semua adalah merupakan kehebatan hati yang melebihi kemampuan akal.

Iman merupakan kepercayaan,bukan kepercayaan buta tapi kepercayaan yang diyakini. Jadi Iman adalah masalah penglihatan terhadap realitas. Contoh , Ibrahim disuruh Allah untuk menyembelih anaknya, Ibrahim beriman kepada Allah karena yakin bahwa Allah maha kuasa dan pantas disembah, maka Ibrahim melaksanakan perintah itu, walaupun itu bertentangan dengan akal.Anaknya pun bersedia disembelih karena sudah yakin dengan penglihatan hatinya , terbukti ketika perintah itu dilaksanakan, hal yangbertentangan dengan akal pun terjadi,realitas berkata lain, akal salah prediksi, anaknya berubah menjadi domba.Hati ternyata lebih bisa memahami realitas.

Di Era Nabi Muhammad hidup, ada banyak sekali kejadian- kejadian aneh yang akal tidak akan bisa menerimanya. Kejadian Bulan terbelah, banyak sekali mukjiyatyang dimiliki oleh Nabi Muhammad. Ini lah mengapa para sahabat setia Nabi Muhammad mengatakan kepada Nabi , “ Wahai Nabi , Seandainya Engkau mengatakan ka’bah ini berwarna merah, sedangkan mata kami melihatnya hitam , maka kami lebih beriman ( percaya ) dengan perkataanmu dari pada mata kami sendiri, “.

Ada sebuah kisah nyata yang ditulis oleh murid ustad Tua di Sulawesi Tengah , ketika ia melakukan perjalanan bersama gurunya, merekaberlayar di laut lepas. Disaat sang guru ( Ustad Tua ) tersebut berdiri di kapaltiba- tiba ada angin kuat yangmenghempassurbannya( kain penutup kepala) dan surban itu jatuh ke laut. Sang Guru langsung memerintah muridnya dengan mengatakan, “ ambil surban itu, “. Karena muridnyasangat taat pada gurunya dan telah dibekali keimanan kepada Allah swt, maka tanpa pikir panjang, sang murid menafikkan akalnya dan langsung terjun ke lautmengambil surban itu.Disaat itulah keimanan tampak, tiba- tiba hal yang tidak disangka oleh sang murid pun terjadi, kakinya seperti ada yang meraih dan ia berjalan diatas air. Lagi- lagi akalkalah dengan keimanan.

Keimanan bukanlah coba- coba atau permainan, tapi merupakan keyakinan hati dalam menembus realitas. Keimananberada pada dimensi ruhaniah yang berdasar pada Ilmu dan penglihatan ( Makrifah)kepada Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun