Mohon tunggu...
Adi Arwan Alimin
Adi Arwan Alimin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku

Aktif mengampanyekan urgensi keterampilan menulis bagi anak-anak dan generasi muda. Penggagas Sekolah Menulis Sulawesi Barat. Kini bekerja sebagai editor dan menulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mereka Memanggilnya Daeng

7 Juli 2023   13:33 Diperbarui: 7 Juli 2023   13:37 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tabeee Daeng..." seru seorang pria yang berdiri di luar atap klotok.Ia berseru hingga suaranya yang terasa parau didengar ayah yang sedang melempar kail ke sungai. Ayah membalas sambil melambai tangan. Pria di perahu itu kemudian membalas dengan dua tangannya di udara.

Jelang senja begini orang-orang lepas kerja biasanya berjejal membuang mata pancing di sekitar dermaga.Memancing seperti pekerjaan kedua bagi warga.Pemandangan ini membuat aku lebih cepat mengenal banyak penduduk sekitar Saliki, apalagi mereka tahu aku anak laki-laki ayah yang baru datang dari kampung.Sulawesi.Pemilik dermaga.

Tak lama kemudian, deru sepeda motor terdengar dari arah daratan. Seorang laki-laki turun dari ojek ketika hampir menyentuh ujung tiang rumah yang dipatok di tepi sungai.Aku melihat ayah segera merapikan pancingnya.Kail itu dikaitkan pada sisi tiang setengah meter.Ia menyambut tamu itu penuh hormat. Aku baru melihatnya sejak berada di sini.Langkah cukup gagah hingga terdengar reot kayu yang dilindas sepatu bootnya.

"Masuki Daeng..." ayah merentang tangan lalu menjabatnya erat.

"Masih suka memancing?"Nadanya agak tinggi hingga dapat kudengar.

"Iye Daeng, hobilah. Syukur-syukur bila dapat ikan sekiloan hehehe," kelakar ayah sambil membuka pintu rumah. Aku juga mundur ke teras sambil memperhatikan orang-orang dari sana. 

"Darimana saja Daeng, kok barusan mampir lagi ke sini." Ayah seperti sangat ramah pada tamu jelang senja ini.

"Iyalah... aku baru pulang dari Balikpapan ini, jenguk anakku yang kerja di sana. Ada manajer perusahaan Amerika yang ingin melamarnya, jadi aku mesti ke sana. Anak-anak sekarang tak mau dijodohkan begitu saja, meski calon suaminya itu sudah jelas pekerjaannya," laki-laki yang dipanggil Daeng itu cepat sekali membangun ruang bicaranya.Sementara ayah seolah murid sedang mendengar gurunya yang pandai bercerita.

"Jadi, ia setuju Daeng?"

"Ya tentulah. Aku ingin agar ia mengikuti jejak kakak sulungnya. Yang bersuami orang Medan itu, mereka kan sudah di Jakarta menetap. Zaman begini kalau sudah ada yang suka pada anak-anak, segera kawinkan saja, apalagi kalau calon mantu berkantong tebal."Lalu terdengar tawa dari ruang tamu yang lebih banyak dihimpun Daeng itu.Salah satu giginya yang dibalut emas tampak berkilau.Topi lakennya juga tak dilepas sejak datang.

"Kalau resepsi pernikahannya nanti digelar, tentu akan datang semua keluarga besar dari Sulawesi.Bisa ramai Balikpapan kalau keluarga yang bikin acara begini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun