Catatan Bunda Saat Anak Tantrum
Oleh : Ukhty Dewi Purwati
Malam ini seperti biasa saya makan di sebuah warung langganan saya, warung makan "JFC" . Kebetulan lokasinya tidak jauh dari Gedung Putih (alias lima langkah dari boardinghouse/kostku tepatnya berada di Sapen). Setelah memilih beberapa lauk seperti biasa karena sudah akrab, saya ngobrol-ngobrol dengan ibu yang punya warung sambil menikmati rica-rica. Ibu pemilik warungnya belum terlalu tua kira kira seumuran dewasa madya. Saat sedang asyik bebincang saya melihat seorang anak yang berteriak. Anak itu menangis sambil berteriak dan menarik-narik rok bundanya. Anak itu berteriak” Ibu peliiiiiiiiiiiiiiiiiit……! Saya sekejap mengamati kejadian ibu dan anak tersebut. Timbul dalam fikiran saya anak itu mungkin sedang ngambek minta sesuatu.
Bayangkan wahai Bunda juga calon Bunda jika ilustrasi cerita yang saya lihat itu ada didunia para bunda semua
Bagaimana perasaan bunda jika mengalami situasi seperti itu? Barangkali munculkah rasa malu dan mungkin saja malah ingin segera pergi dari tempat itu. Suara tangis dan teriakan yang berisik serta rasa malu itulah yang biasanya mendorong orang tua untuk menuruti permintaan anak. Maksudnya agar segera diam dan masalah selesai. Lalu apakah memang masalahnya akan cepat selesai? Untuk saat itu mungkin iya. Namun, di lain waktu anak akan mengulangi perilaku yang sama dengan stimulus yang sama. Bunda, ingatkah tentang sifat bawah sadar?
Pikiran bawah sadar akan merekam hal-hal yang menyenangkan pemiliknya. Ketika perilaku merengek dan berteriak dilakukan sang anak sebagai usaha untuk mendapatkan yang diinginkan tercapai, dilain waktu anak akan melakukan hal yang sama untuk mewujud keinginannya. Nah .. Apa Bunda atau Ayah mau jika itu terjadi? Pastinya tidak, bukan? Lalu bagaimana solusinya?
Saya sedikit belajar dan menganalisis pengalaman belajar saya tentang proses psikologi pendidikan anak salah satu tip keberhasilan mengasuh adalah konsisten. Ada dua hal yang saya dapatkan untuk soslusi dari perilaku ini, yaitu pencegahan (preventif) dan penanganan (kuratif). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk kesepakatan. Maksudnya apa, kok ada kesepakatan segala? Yup! Bukan masalah tempatnya atau dimana serta apa yang mau dibeli, juga bukan masalah harga barang yang dibeli, melainkan tentang kemampuan anak konsisten terhadap komitmen.
Jadi, saat akan pergi kemanapun. Sebisa mungkin dilakukan kesepakatan dengan anak terhadap apa yang mau dilakukan disana, terutama ketika akan membeli apa saja.
Berikut ini contoh diskusi untuk kesepakatan
Umi: “Dewi sayang, Umi mau ke warung, Dewi mau ikut?”
Dewi: “Mauuuuu, Umi”
Umi: “Oke, nanti Umi mau beli sabun, odol, dan sikat gigi. Dewi mau beli sesuatu juga?”
Dewi: “Iya umi….. aku mau beli permen coklat dan es krim”
Umi: “Oh begitu…Bagiamana kalau permen saja?Dewi bisa beli es krim di lain waktu. Bagaimana menurut Dewi?”
Dewi: “Iya mau permen coklat saja”
Umi: “Berapa buah?”
Dewi: “Tiga ya…..um….
Umi: “Bagaimana kalau satu saja….?”
Dewi: “Inginya tiga umi…(sambil merajuk dan memeluk umi)
Umi: “Bagaimana kalau dua saja…?”
Dewi: “Hmmmmm…iya deh”
Umi: “Baiklah..sepakat ya sayang?” (sambil mengulurkan tangan)
Dewi: “Oke umiiii…” (sambil bersalaman)
Umi kemudian memeluk dan mencium kening Dewi.
Nah untuk Bunda juga calon Bunda semua, usahakan berangkat ke warung dengan kondisi sudah ada kesepakatan. Ketika sampai di warung nanti kemungkinan ada kejadian Dewi meminta lebih dari kesepakatan. Jadi (Umi dapat mengingatkan Dewi tentang kesepakatan tersebut). Seandainya Dewi menangis atau berteriak memaksa untuk dipenuhi keinginannya, Umi dapat berkata “Maaf Dewi, Dewi sudah sepakat tadi dirumah, bukan?”
Sampaikan dengan nada yang sedang dan bijak serta ekspresi yang hangat, tidak perlu dengan nada tinggi, dengan kerutan di kening, atau mata melotot, apalagi sampai ikut berteriak-teriak.
Lalu bagaimana luw Dewi masih melakukan aksi protes ?
Bunda tidak perlu panik menghadainya. Hadapilah tetap dengan nada suara yang sedang dan ekspresi hangat, posisi tubuh agak merendah, lalu tenangkan Dewi. Jika masih seperti itu, temani saja di sampingnya, sambil sesekali ucapkan bahwa Bunda akan menunggu sampai Dewi tenang. JIka orangtua konsisten dengan penanganan ini, emosi anak akan mereda dengan sendirinya seiring dengan lelah fisiknya.
Jika sudah tenang, berikan pelukan dan ciuman, lalu menggandengnya tangannya untyk diajak pulang bersama. Sepanjang perjalanan pulnag tidak perlu menasehati atau berkomentar atas perilakunya tadi. Ajak bicara dengan hal-hal yang menyenangkan misalnya, membicarakan hal-hal menyenangkanyang ditemui di jalan. Lakukan secara konsisten penanganan seperti itu maka perilaku “ngambek” di warung seperti tadi Insya Allah di masa mendatang tidak akan terulang lagi.
Pesan untuk diri sendiri : Ingat dirimu adalah calon Ibu untuk anak-anakmu kelak, keberhasilan mengasuh adalah konsisten. Semoga keberadaanmu senantiasa bermanfaat bagi orang lain. Aamiin ya Rab.. ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H