Menjadi perawat tangguh memang bukan perkara mudah, apalagi ditengah situasi dan kondisi bangsa yang tengah menghadapi pandemi covid 19. Ketangguhan adalah gabungan dari semua komponen fisik dan psikis yang teraplikasi dalam kerja nyata profesi. Perawat, barangkali bisa menjadi tangguh atau disebut tangguh karena kerja-kerja senyapnya yang tulus dan ikhlas.
Kerja perawat di layanan kesehatan dasar, menengah hingga madya menjadi jantung kesembuhan pasien. Kolaborasi dengan profesi lain menjadikan kerja perawat semakin sempurna adanya. Tidak ada satupun profesi yang menyebut dirinya paling besar dan benar jika kerja kolaboratif tidak dilaksanakan dalam pelayanan.
Akar tunjang masalah yang dihadapi perawat Indonesia pada dasarnya adalah kesejahteraan dan pengakuan sebagai profesi oleh negara. Rumah sehat yang didalamnya ada tenaga medis dan tenaga keperawatan sejatinya selaras dan seimbang dalam kesejahteraan. Jika memang dari sisi penghasilan diantara keduanya berbeda, akan tetapi perbedaanya (insentif) janganlah terlalu jauh nilai nominalnya.
Fakta di dunia kerja seolah membuat kita mengetahui sekaligus memahami bahwa sejahtera bagi perawat ibarat jauh panggang dari api. Disparitas benar adanya, perawat harus berjuang melawan kerasnya kehidupan karena sekolah mahal berbanding terbalik dengan pendapatan yang ada. Keluhan, rintihan hingga pesimisme kemudian menggerogoti jiwa untuk mengambil jalan lain kehidupan. Banyak perawat banting stir mencari kerja namun tidak sedikit yang tetap bekerja meski jauh dari kata sejahtera.
Tapi kita sudahi pesimisme ini, jalan satu-satunya adalah tetap bekerja, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dengan tagline "Kerja, Kerja, Kerja. Optimisme kerja tetap digaungkan sebagaimana optimisme kesejahteraan harus tetap diupayakan. Memilih jalan ini memang penuh dinamika dan romantika, namun keyakinan bahwa meningkatkan derajat kesehatan menjadi tujuan utama yang tidak ternilai harganya.
Apa sebenarnya kebanggaan kita sebagai perawat ?
Apakah bekerja sebagai ASN dengan cita-cita menjadi kepala ruangan? Atau bekerja di rumah sakit besar dengan segala fasilitas yang baik? atau menjadi pengajar dengan segala gelar akademik yang ada?, tentu teman-teman perawat yang membaca tulisan ini akan merenung dan bertanya bahkan bisa jadi berseloroh bahwa kebanggaan yang ada bisa jadi memberi semangat atau juga terlihat semu adanya.
Perawat-perawat di kota akan merasa bangga menjalani profesi dan bekerja di rumah sakit milik pemerintah. Mereka menerima gaji sesuai upah yang ada ditambah tunjangan. Meski statusnya badan layanan umum daerah, tapi mereka sudah merasa cukup dengan kerja dan kesejahteraan yang ada.
Sementara itu, perawat-perawat sukarela dan honorer daerah dengan penuh semangat tiap hari bekerja. Upah dan kesejahteraan mereka mungkin tidak sebesar perawat di kota, namun semangat mereka untuk melakukan kerja nyata di masyarakat diakui keberadaannya. Harapan mereka bisa diangkat jadi abdi negara meski kadang cita-cita mereka masih dalam bayang-bayang.
Sebelum terlalu jauh menjelaskan tentang kebanggan kita pada profesi ini, ternyata kebanggan itu bukan sesuatu yang bisa diukur dengan materi. Kita baru menyadari bahwa bangga sesungguhnya ketika kita mampu menerima pekerjaan ini sebagai passion yang mampu membawa kemanfaatan bagi sesama. Ada perawat yang sudah bisa mampu mencapai tahap ini, bukan karena mereka ikhlas tapi karena mereka sudah bekerja lama, investasinya banyak dan telah bekerja lebih dari 20 tahun.