Viral karena cuitan kata-kata di Twitter kemudian menimbulkan kegaduhan di jagat maya dan nyata. Begitulah awal dimana informasi perawat dan pasien penyuka sesama jenis atau LGBT terungkap. Karena cuitan itu pula, mereka harus berurusan dengan polisi atas tindakan yang tidak mencerminkan norma-norma yang ada.
Bukti tangkapan layar dari pesan romantis mereka di media sosial menyebar dan membuat trending di twitter. Ada hal privasi yang semestinya dijaga tetapi dengan cepat terungkap dan diketahui orang banyak. Ini kemudian menjadi aib dan mereka harus berurusan dengan kepolisian. Â
Bagi masyarakat yang menonton berita atau membaca di media masa akan sangat heran atas tindakan yang mereka lakukan. Pantaskah mereka mengumbar hubungan asmara sesama jenis ini ? atau barangkali ada dilema yang mereka alami dan hadapi sehingga ketidakpuasan untuk bersama kemudian dibayar dengan nafsu menyerang hingga kemudian menjadi gagal untuk melakukan prlaku seksual lagi. Â
Banyak anggapan akan prilaku menyimpang ini, namun dalam kacamata profesi, tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat tidak mencerminkan ketaatan pada norma dan etika profesi. Harusnya dia menjaga profesionalitas kerja dengan menempatkan pasien sebagai rekan, sahabat atau keluarga dengan tetap mengedepankan nilai dan tujuan dari pelaksanaan asuhan keperawatan itu sendiri.
Sebagai seorang perawat, saya cukup sedih dengan apa yang terjadi, apalagi hal yang dilakukan berkaitan dengan aib yang dilarang dalam norma sosial dan agama. Ada hal-hal yang perlu digali dibalik kenyataan yang ada, apakah ini pengalaman pertamanya untuk mencoba atau memang dia sudah menderita penyakit LGBT sedari dulu. Hanya polisi dan pengadilan yang bisa menggali dan mengadili ini semua.
Saat bekerja di timur tengah, tidak jarang saya berjumpa dengan beberapa rekan perawat yang berasal dari berbagai negara, seperti Philipina, India, Mesir dan Sudan. Berbagi pengalaman, ilmu pengetahuan dan budaya sering kami lakukan di sela-sela bekerja atau saat diskusi diwaktu libur. Salah satu hal menarik saat membahas prihal LGBT (Lesbian, gay, Biseksual dan Transgender).
Bagi rekan perawat yang berasal dari Philipna, fenomena ini bukan sesuatu yang menakutkan atau persoalan serius. Mereka menganggap bahwa menjadi LGBT adalah jati diri dan pembeda. Bahkan, mereka senang bergaul dengan sesama jenis karena sudah merasa nyaman. Pergaulan itu kadang dalam bentuk pacaran sesama jenis. Salah satu pengalaman yang tidak terlupakan saat rekan sejawat bertengkar dengan pacarnya yang notabene homoseksual.
Kadang saya yang berlatar belakang Indonesia merasa heran juga lucu, bagaimana mungkin mereka akan merasakan kenikmatan jika dilakukan sesama jenis. Ini seliweran pikiran yang selalu menghantui benak saya.
Tapi saya kembalikan itu semua pada keyakinan pribadi mereka, sebab itu sudah masuk pada ranah pribadi yang tidak bisa saya ganggu. Begitulah budaya kerja di Timur Tengah, kita tidak boleh mengganggu privasi tiap orang, karena mereka melakukan dan menjaga semuanya dengan baik. Jika bertentangan, itu akan menjadi urusan mereka, sebab mereka yang akan menjalaninya.
Pengalaman bersama dengan sesama perawat yang memiliki latar belakang LGBT telah membuat saya banyak belajar tentang pribadi setiap orang, budaya disuatu negara serta aturan yang melegalkan eksistensi untuk menjadi dirinya sendiri. Kita kadang menghina prilaku menyimpang itu tanpa mencoba untuk menyelami akar tunjang masalah dari apa yang dihadapi. Ada kegagalan, penghinaan, pengalaman masa lalu yang buruk serta penindasan yang dialami. Pergaulan kadang membuat karakter mereka berubah dan lingkungan mendukung mereka untuk menjadi penyuka sesama jenis.