Di tempat tinggal saat ini, saya kedatangan tamu baru sebagai penghuni kamar 201, persis di sebelah kamar saya. Tamu ini datang dari Jawa Timur namun sekarang bekerja di Kalimantan Timur. Dua pulau yang jarak dan waktu tempuhnya cukup jauh. Jawa-Borneo, saya kemudian membayangkan bagaimana kejauhan memisahkan rindu yang ada.
Jauh dari keluarga bukan perkara mudah, saya merasakannya tiga tahun yang lalu saat menjadi kembara di Timur Tengah. Saya membayangkan jarak Jawa-Borneo yang tidak terlalu jauh, bisa naik pesawat sejam lebih atau melalui kapal laut ke tanjung perak. Jika dibandingkan dengan Saudi-Indonesia, bisa-bisa memelas dada.
Saya kemudian mengajaknya diskusi setelah tiba di Jakarta tiga hari yang lalu. Dirinya datang dalam rangka pelatihan hemodialisa di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJ-CP), persis dibelakang Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FIK-UMJ) tempat saya belajar saat ini.
Memang rumah sakit ini terkenal dengan pelatihan hemodialisa juga pelatihan kamar bedah (OK), ada juga pelatihan tentang gawat darurat (BTCLS/ACLS). Kualitasnya memang bagus, setara dengan pelatihan di RSPAD Gatot Subroto juga RSCM Jakarta yang terkenal mahal itu.
Harga memang akan mengikuti kualitas pelatihannya. Tiga bulan pelatihan, peserta harus merogoh kocek kurang lebih 15 juta rupiah. Jumlah yang tidak sedikit bagi kita perawat apalagi jika status honorer atau tenaga kontrak.
Kembali ke cerita tamu tadi. Saya kemudian bertanya, apakah seluruh pembiayaan ditanggung oleh rumah sakit tempat bekerja?
beliau menjawab iya, namun hanya setengah.
Saya bertanya lagi, mengapa demikian?
Beliau menjawab jika dibayar semua maka dirinya harus siap-siap bekerja dengan menandatangani kontrak kerja selama 15 tahun. Saya kaget mendengarnya.
Sahabat ini menuturkan bahwa dirinya tidak membayar full biaya pelatihan sebagaimana rekan yang lainnya, namun hanya membayarkan setengah dari keseluruhan biaya pelatihan hemodialisa.