Logikanya, Jumhairi tidak mungkin bisa menolong dan memberikan perawatan jika dirinya tidak memiliki legalitas sesuai dengan aturan yang ada. Hanya orang yang tidak memiliki hati nurani dan kemanusiaaan yang mau melaporkan dan menyalahkan aksi pertolongan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Kedua, jika perawat Jumraini dikatakan melakukan tindakan diluar kewenangannya, maka Majelis Kehormatan Etik Keperawatan (MKEK) yang merupakan badan otonom di organisasi profesi berhak melakukan kajian untuk menghindari dugaan sepihak serta justifikasi terhadap tugas yang dilakukan oleh profesi perawat. Komite etik dalam hal ini akan menelaah apakah tindakan yang dilakukan melanggar etika keperawatan atau sebaliknya.
Perawatan luka dan pengobatan dasar tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk melaporkan tenaga kesehatan karena mereka bergelut dalam tindakan tersebut setiap hari.
Perawatan luka dan pemberian obat justru berdampak baik bagi keberlangsungan penyembuhan pasien. Dalam hal kode etik keperawatan, perawat Jumhairi telah memenuhi unsur melaksanakan kode etik dan tidak melakukan aksi diluar tugasnya sebagai seorang perawat.
Ketiga, jika upaya hukum ditempuh oleh pihak keluarga sebagai bentuk ketidakpuasan maka seorang perawat berhak memberikan penjelasan atas tindakan yang dilakukan dihadapan hukum sebagai bentuk tanggung jawab terkahir. Jika nantinya tindakan yang dilakukan perawat tidak terbukti sebagai dugaan malpraktik dari apa yang diduga sebelumnya, maka pengadilan berhak membebaskan tenaga kesehatan dan melakukan pemulihan nama baik perawat.
Dalam hal pembelaannya dihadapan hukum, Jumhairi harus tetap tegar dan memberikan penjelasan berdasarkan fakta yang dialaminya. Tiga hal tersebut sangat mendasar sebagai rujukan bersama untuk melihat lebih jelas tugas dan tanggung jawab perawat.
Sebagai sebuah profesi, perawat memiliki aturan dalam setiap tindakan yang dilakukan juga kode etik yang senantiasa dijaga dalam berbuat sebagaimana tenaga kesehatan lainnya seperti dokter dan bidan.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya seperti kasus Mantri Misran dan perawat Zubaidi maka perawat kedepan akan tetap rentan terhadap permasalahan hukum. Hadirnya perawat dalam memberikan pertolongan yang sejatinya atas dasar kemanusiaan bisa berubah menjadi petaka yang akan menjerat perawat itu sendiri.
Kini nasib perawat Jumraini berada ditangan hakim untuk diputuskan apakah melanggar atau sebaliknya. Sebagai manusia biasa, kita sangat prihatin dengan apa yang menimpa Jumraini terlebih dirinya masih bekerja di salah satu layanan kesehatan juga sebagai ibu rumah tangga yang sedang dalam kondisi hamil.
Kebersamaannya dengan keluarga kini sedang diuji, dia harus berjuang di jalur hukum untuk mempertanggungjawabkan tugas kemanusiaan yang dilakukan. Â