"Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung," demikian bunyi Pasal 100 Ayat 6 KUHP yang baru.
Namun banyak pengamat menilai bahwa mengapa hakim ketua tidak menyebutkan soal  "hukuman mati dengan masa percobaan 10 tahun" seperti bunyi pasal 100 KUHP baru, karena "Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru itu berlaku tiga tahun setelah diundangkan. Sehingga KUHP baru itu tak mempengaruhi vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo".
Akhirnya Dijatuhi Hukuman mati
Tak ada hal yang meringankan bagi Sambo, atas putusn PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman pidana mati terhadap mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo, yang terbukti secara sah "sengaja melakukan perbuatan pembunuhan berencana secara bersama-sama atas Nofriansyah Yoshua Hutabarat" ajudan Sambo pada 8 Juli 2022 di rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga Jakarta Selatan.
Dengan kapasitas sebagai kepalanya para pengadil polisi, kejahatan Sambo itu menjadi sangat luar biasa dari kejahatan yang sama yang dilakukan oleh awam.
Berbagai rekayasa yang dilakukan Sambo dan istrinya Putri Candrawathi yang diangap mengetahui kejadian dan ikut merencanakan, namun selalu berbelit-belit dalam persidangan, makin menguatkan putusan tersebut.
Bahkan tentang tuduhan pelecehan dan pemerkosaanpun  yang dituduhkan dilakukan Yoshua pada Putri Candrawathi, dinyatakan oleh hakim tidak terbukti dan tidak perlu dibuktikan untuk sebuah kasus pembunuhan berencana yang ancaman hukuman maksimalnya adalah hukuman mati.
Keterangan ini dikuatkan dalam kesaksian yang menyebut dalam persidangan, bahwa pelecehan itu sebenarna hanya ilusi belaka. Maka pernyataan hakim ketua, bahwa motif ini hanya didasarpakan pada perasaan kesal Putri kepada Joshua atau sesuatu yang tidak dijeaskan secara detail, sebagai sebab semua peristiwa pembunuhan ini terjadi.
Apakah jika keputusan hukuman mati kemudian berubah menjadi hukuman seumur hidup karena alasan KUHP baru, tidak akan menjadi preseden buruk pengadilan kita.
Meskipun dapat dijelaskan secara teknis, namun penjelasan itu tidak akan mudah diterima logika publik, yang melihat dengan gamalang bahwa Sambo telah melakukan kejahatan pemenuhan berencana didukung cerita pelecehan yang tak berdasar bukti kuat.
Dan jika memang hal itu secara hukum demikian adanya, maka harus ada penjelasan yang terang benderang agar tidak dianggap sebagai bentuk permainan keadilan dengan menggunakan KUHP.
Apakah ini juga yang mendasari mengapa Sambo tak begitu stress dan shock ketika mendengar keputusan hakim ketua, meski putusan vonis mati?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H