"Bunda, saya yakin kalo si Ayfa bukannya nggak bisa baca, tapi pasti ada apa-apanya dengan matanya", Â begitu kata guru kelasnya waktu saya mengeluhkan Ayfa yang sudah kelas satu, tapi ternyata belum bisa baca sama sekali.
Ibu guru wali kelasnya sudah lama memperhatikan Ayfa yang cenderung seperti tidak fokus ketika sedang belajar di kelas, meskipun ceria di luar kelas.Â
Di sekolah Ayfa memang tak ada aturan khusus anak-anak harus sudah bisa membaca ketika masuk ke sekolah dasar, sehingga kasus seperti Ayfa tidak bisa langsung terdeteksi.
Seorang tetangga saya kurang lebih mengalami problem yang sama, Rio sama sekali tak bisa berbicara, karena sedari kecil selalu dijejali dengan segala macam barang digital-elektronik sebagai solusi menghentikan tangis dan kerewelannya. Sedangkan Rafa, justru tak bisa berbicara karena sejak kecil ternyata mengalami sakit di telinganya.
Jadi persoalan yang dialami anak-anak tidak sepenuhnya bisa dipukul rata karena sebab, anak-anak malas atau memang bodoh sehingga tak bisa baca!. Bisa jadi karena faktor kesehatan penglihatannya. Ini menjadi hal yang jarang diperhatikan oleh para orang tua, termasuk para guru disekolah.Â
Bukan tidak mungkin persoalan buta hurufnya anak-anak di Indonesia sebagian kasusnya karena "penyakit mata". Sementara faktor sosial-ekonomi juga menjadi ganjalannya.Â
Beda Anak, Beda Tipe BelajarÂ
Tiga orang putra, putri saya punya cara belajar yang berbeda. Anak pertama, kinestetik, belajar dikelas ketika guru menerangkan pelajaran. Adiknya, cenderung harus belajar di rumah dalam suasana sunyi, sehingga ia terbiasa bangun pagi karena ia auditory. Sedangkan si bungsu, justru harus menggunakan bantuan alat peraga ketika belajar, karena ia anak visual.
Ketiga jenis tipe belajar tersebut pernah menjadi kajian kami, ketika Ayfa terus mengalami penurunan prestasi. Saya menduga awalnya karena tak semua anak memiliki kemampuan yang sama soal belajar.Â
Setelah diskusi dengan wali kelas yang intens, akhirnya kami lakukan eksperimen dengan tiga tipe model belajar anak, kinestetik, visual dan auditory. Selama seminggu kami terus memantaunya agar tahu kebiasaan belajar dan tipenya.
Tapi pada akhir minggu, tetap saja semua metode itu gagal, dan akhirnya saya, mengetahui mengapa banyak guru mengeluh atas prestasi anak saya dan ketidakmampuannya membaca. Â
Pantes saja anaknya saya tak bisa membaca, karena secara medis ia ternyata didiagnosa mengalami astigmatisme alias mata silinder.
Selain mata minus, gangguan mata lainnya yang umum dialami banyak orang adalah astigmatisme atau yang lebih dikenal juga dengan mata silinder. Gangguan penglihatan ini terjadi karena adanya kelainan pada kelengkungan kornea atau lensa.
Orang yang memiliki gangguan ini, biasanya perlu menggunakan kacamata, karena gangguan mata ini menyebabkan pandangannya menjadi kabur, baik dalam jarak dekat maupun jauh.Â
Selain itu, seseorang yang sudah memiliki astigmatisme bisa terkena masalah mata lainnya, seperti rabun dekat (hiperopia) atau rabun jauh (miopia). Masih banyak fakta lainnya tentang gangguan mata ini yang perlu kamu tahu. Yuk, cari tahu di sini.
Pertama; Astigmatism Karena Cedera
Apakah penyakit Astigmatism karena sebab ditulari virus, bakteri atau karena penyakit keturunan?. Astigmatisme bisa terjadi karena cedera. Astigmatisme umumnya terjadi saat lahir, tapi gangguan mata ini juga bisa disebabkan oleh cedera yang dialami oleh mata di kemudian hari atau komplikasi dari operasi mata.
Nah, jadi tidak sepenuhnya benar jika mata silinder muncul sejak lahir, namun ada penyebab lain yang menjadi pemicunya.
Kedua; Tidak Bisa Melihat Garis Lurus adalah Gejala Astigmatisme
Bisa dibayangkan jika ada anak mengidap gangguan mata silindris, dan disekolah diminta gurunya menggambar garis ternyata tak pernah sempurna alias gambar garis selalu menjdi gambar busur.
Mata silinder identik dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat garis lurus. Memang benar, nyatanya penyakit ini menyebabkan distorsi penglihatan, sehingga pengidapnya tidak bisa membuat garis lurus, bahkan anak-anak yang mengidap gangguan ini sulit menentukan apakah garis tersebut lurus atau miring.Â
Tidak hanya itu, gejala astigmatisme, seperti halnya mata minus, mata silinder pun menyebabkan pandangan menjadi samar atau tidak fokus.
Sehingga ini harus menjadi perhatian khusus para orang tua dan guru disekolah agar lebih jeli mencermati kondisi anak-anaknya.
Seperti halnyua gangguan rabun ayam, pengidap mata silindris juga sulit melihat dengan jelas di malam hari. Jika orang tua melihat gelagat anak yang tengah membaca sesuatu, sering melakukan kebiasaan menyipitkan mata agar bisa melihat dengan jelas ini juga indikasi adanya gangguan.Â
Jadi ternyata bukan cuma tidak bisa melihat garis lurus saja, pengidap astigmatisme juga tidak bisa membedakan warna yang mirip, lho. Beberapa keluhan yang sering dirasakan orang yang punya mata silinder, antara lain mata sering tegang dan mudah lelah, pusing, serta sensitif terhadap cahaya.
Ketiga, Faktor "U"
Faktor usia juga ikut berpengaruh terhadap risiko seseorang mengalami astigmatisme. Orang yang sudah lanjut usia berisiko tinggi memiliki mata silinder daripada orang-orang yang lebih muda.
Keempat, Astigmatisme Bikin Mata Malas
Apakah tandanya seperti mata mengantuk, lesu, letih dan lelah?. Bisa jadi. Apalagi jika kamu mengidapnya sejak lahir dan gangguan tersebut hanya terjadi pada satu mata saja, maka hati-hati, kamu berisiko mengalami ambliopia atau disebut juga dengan mata malas (lazy eyes).Â
Kondisi ini bisa terjadi karena otak terbiasa mengabaikan sinyal yang dikirimkan oleh mata, sehingga akhirnya penglihatan pada salah satu mata menjadi menurun. Namun jangan khawatir, ambliopia bisa disembuhkan dengan penutup mata bila terdeteksi lebih awal.
Kelima, Gunakan Skala Dioptri Untuk Pastikan Gangguannya
Mata dikatakan sehat dan tidak ada silinder apabila nilai dioptrinya 0. Namun pada sebagian besar orang, angka dioptri berkisar antara 0,5---0,75.Â
Nah, untuk memastikan adanya gangguan astigmatisme pada mata, lakukan pemeriksaan mata di dokter mata. Dengan tes ketajaman penglihatan, seperti yang dilakukan untuk tes mata minus. Kita akan diminta membaca serangkaian huruf dalam berbagai ukuran dari jarak 6 meter.
Selain itu, uji refraksi juga bisa dilakukan untuk mengetahui mata silinder. Tes ini dimulai dengan mengukur intensitas cahaya yang diterima retina.Â
Pengukuran ini biasanya dilakukan dengan menggunakan mesin atau meminta pengidap untuk membaca huruf terkecil melalui alat yang disebut phoropter. Bila pengidap tidak bisa melihat huruf dengan jelas, maka ukuran lensa akan dikoreksi sampai huruf terbaca dengan jelas.
Lain lagi jika kejadiannya seperti anekdot berikut,  Seorang pria tua datang ke toko kacamata bermaksud membeli sebuah kacamata baca. Setelah berkeliling memilih, akhirnya dipilih  sebuah kacamata mahal. Ketika disodori snellen, alat baca optic, dari huruf paling kecil hingga paling besar, tetap saja ia tak bisa membaca  Snellen tersebut. Penasaran, si pemilik toko kacamata, kemudian bertanya, "bapak bisa baca?". "Kalau saya bisa baca buat apa, saya beli kaca mata baca,", katanya tersinggung dan bersunggut karena marah.
Intinya bahwa persolan ketidakmampuan membaca alias buta huruf tidak seluruhnya karena soal kepandaian, apalagi karena tidak punya buku yang bisa dibaca.Â
Banyak kasus kesulitan belajar anak-anak yang ditemukan di kelas pada awalnya karena tipe jenis belajar anak yang berbeda menurut karakter. Namun dalam perkembangan lainnya juga banyak disebabkan karena faktor kesehatan mata yang mengalami gangguan. Seperti mata neberait.
Dalan dalam kasus media lainnya yang banyak tidak terdeteksi, juga karena faktor latar belakang ekonomi dan ketidaktersediaan fasilitas pemeriksaan kesehatan anak-anak, sehingga anak-anak yang mengalami gangguan, seperti astigmatis tidak dapat terdeteksi secara tepat dan cepat untuk membantunya mengatasi gangguan.
Dan dalam kasus yang lebih fatal bisa menjadi gangguan penglihatan mata yang permanen. Jadi waspadalah. Hal ini juga dapat menjadi masukan penting dalam kebijakan pemerintah ketika melakukan pemberantasan buta aksara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H