Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

207 Hari Menyambung Nyawa Di Belantara

12 Januari 2023   00:24 Diperbarui: 15 Januari 2023   01:25 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar-museum PDRI

Kisah PDRI Nyawa "Darurat" NKRI dari Bukittinggi

Malam Selasa, 21 Desember 1948 beberapa pemuda tergopoh-gopoh masuk ke ruangan Soekarno dan beberapa pimpinan berada, memberitahukan serombongan serdadu Belanda sedang berusaha masuk untuk menangkap mereka. Soekarno tetap berusaha tenang, sambil berpikir cepat, siapa yang harus mengambil alih kekuasaan pemerintah jika pucuk pimpinan tertangkap. Indonesia tak boleh bubar!. Soekarno akhirnya mengirim radiogram kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara.

Sebelumnya pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948, Kabinet  mengadakan sidang kilat. Diputuskan pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan, meskipun Jenderal Soedirman menyarankan untuk bergerilya.  

Sesuai rencana Dewan Siasat, basis pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatra, Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi.

Perintahnya, membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Sedangkan rencana cadangan lainnya, jika Syafruddin gagal, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada di New Delhi.

sumber gambar-museum PDRI
sumber gambar-museum PDRI

Sementara itu, pasukan yang bersandi Operasi Gagak atau Operatie Kraai yang kita kenal sebagai Agresi Belanda II, yang ditugasi menguasai jogja dan menangkap para pimpinan segera bertindak cepat sejak 20 Desember 1948 dengan didahului serangan besar-besaran terhadap Yogyakarta, yang ketika itu menjadi ibu kota Indonesia sementara.

22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik yang sudah mereka tangkap untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta.

Dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda. Awalnya mereka diangkut menuju Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (Bandara Depati Amir), menuju Pulau Bangka, dan selanjutnya Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatra Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi, Karo dan Parapat,

Ternyata ini strategi Belanda untuk memutus komunikasi Soekarno dengan para pejuang lain dan ditahan militer Belanda selama 12 hari. Sehingga pemerintahan Republik Indonesia dinyatakan vakum. Bahkan beberapa hari setelah ibukota di Yogyakarta dikuasai Belanda melalui serangan Agresi Militer Belanda II, Republik Indonesia dinyatakan bubar!.

sumber foto-viva.co
sumber foto-viva.co

Tapi tidak dengan Sjafruddin Prawiranegara (28 Februari 1911 -- 15 Februari 1989), yang tengah di Bukittinggi. Bersama Kolonel Hidayat dan Mohammad Hasan, mereka meninggalkan Bukittingi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 kilometer di Selatan kota Payahkumbuh.

Meskipun radiogram Presiden Soekarno belum diterima, tapi setelah mengetahui dengan pasti Presiden beserta pimpinan pemerintahan lainnya ditawan, bersama pemimpin sipil dan militer di Sumatra Barat, Syafruddin segera meresmikan mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) tanggal 22 Desember 1948 di Bidar Alam, Solok Selatan, Sumatra Barat sebagai ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ), hingga  14 Juli 1949.

Radiogram tentang berdirinya PDRI juga dikirimkan kepada Ketua Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh Radio Rimba Raya di Aceh Tengah pada 23 Januari 1948. Agar menjadi bukti dan saksi sejarah bahwa Republik Indonesia masih eksis.

Maka selama berhari-hari mereka harus berganti lokasi menjalankan PDRI untuk menghilangkan jejak dari buruan tentara payung Belanda yang bisa saja membantai siapa saja yang ditemui. Mereka bahkan harus melakukan Sidang Kabinet lengkap PDRI pada 14-17 Mei 1949 di Silantai.

Strategi gerilya itu membuat rombongan harus tidur di hutan belukar, di pinggir sungai Batanghari dengan pasokan makanan terbatas. Mereka juga harus memanggul  radio, sehingga pihak radio Belanda  mengejeknya dengan Pemerintah Dalam Rimba Indonesia.

Eksistensi PDRI yang serba darurat itu jelas dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan dan pemerintahan negara RI tetap dapat berjalan efektif. Langkah itu juga menyelamatkan kabinet yang ada saat itu, meskipun Presiden dan Wakil Presiden Indonesia ditangkap Belanda. PDRI berfungsi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah RI dan sebagai pemerintah pusat.

Mr. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Presiden Indonesia selama 207 hari. Sementara Lambertus Nicodemus Palar mendirikan perwakilan RI di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).

Berkat gerilya selama tujuh bulan di Sumatra memungkinkan keberlangsungan pemerintahan di tengah perang kemerdekaan sehingga memaksa Belanda untuk kembali bernegosiasi.

Mengapa syafruddin yang dipilih masih menjadi sumber debat sejarah. Syafruddin sendiri sebenarnya seorang negarawan dan ekonom yang selama masa Demokrasi Liberal,  menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pertama.

Sejarah yang Bersambung

Sejarah tidak bisa berdiri sendiri menjadi potongan yang parsial, karena merupakan rangkaian perisitiwa yang saling berkorelasi. Sehingga setiap momen tidak hanya bisa mewakili satu peristiwa tetapi juga bagian dari peristiwa lainnya.

Saya ingat sejak duduk disekolah dasar, dalam pelajaran sejarah, ketika masuk bab kemerdekaan, fokus utamanya selalu tentang tokoh, dan peristiwa sejarahnya. Namun prosesnya sering menjadi "materi" yang tidak penting dan dilupakan.

Di negara lain, sejarah diajarkan dalam format narasi diskusi yang menarik layaknya fiksi sejarah. Jadi sejarah akan menjadi pelajaran menarik, jika bukan sekedar bercerita tentang peristiwa, tokoh dan tahun saja tapi juga proses.

Seperti kisah penyebaran proklamasi kemerdekaan, tidak hanya lewat media seperti surat kabar dan radio, tapi juga melalui pemasangan pamflet poster, dan spanduk yang dipasang dan ditempel diberbagai penjuru kota, hingga di gerbong-gerbong kereta api.

Termasuk kisah sejarah penangkapan Soekarno  dan Hatta sebagai tindakan gercep Belanda mengantisipasi proklamasi agar tak bisa terus berkembang. Begitu juga proses narasi dalam peristiwa agresi.

Agresi dimaksudkan agar menjadi pertimbangan ulang bagi negara-negara yang mengakui kedaulatan Indonesia, tapi ternyata belum mampu mempertahankan dirinya sendiri, karena ketiadaan kekuatan secara militer maupun sumber daya untuk mengurus sebuah negara.

Padahal niat sebenarnya dari Agresi ke II selain menolak mengakui kemerdekaan Indonesia, karena berharap bisa mengusulkan  Indonesia menjadi negara persemakmuran (commonwealth) berbentuk federal yang memiliki pemerintahan sendiri, tetapi menjadi bagian dari Kerajaan Belanda.

Untunglah kecerdikan para pemimpin kita dengan membentuk PDRI sebagai perpanjangan tangan menjaga tetap adanya pemerintahan menjadi bukti bahwa Republik Indonesia masih eksis. Peran SDM dan kekuatan strategi politik para pemimpin kita di tengah prahara kemerdekaan yang butuh pengakuan dan masih harus dipertahankan menjadi begitu krusial.

Bahwa keberadaan Pusat Pemerintahan meskipun darurat, adalan bukti sah masih adanya penguasa negara yang telah dideklarasikan kemerdekaannya. Artinya klaim sepihak dari Belanda melalui agresi yang menyebut bahwa Indonesia bubar, adalah klaim yang disengaja sebagai bentuk agar pengakuan itu hilang.

Padahal logikanya, Indonesia bukan hanya Jakarta atau Jogja atau Pulau Jawa. Ketika daerah-daerah itu jatuh, sementara Pusat Pemerintahan dengan kelengkapan kabinetnya masih eksis, meskipun jauh di Bukittinggi, bahkan dalam wujud gerilya, maka klaim itu dengan sendirinya batal.

Bukankah Bukittinggi, Sumatera Barat masih bagian dari Indonesia?. Belanda barangkali melupakan fakta dan strategi Pemerintahan yang dapat berpindah tempat. Belanda tidak belajar dari peristiwa beralihnya pusat pemerintahan, beserta kabinetnya dari Jakarta ke Yogyakarta.

Proklamasi Dan Pengakuan Kedaulatan

Seorang markonis, F. Wuz masuk ke ruang radio dan mulai menyalakan mikrofon, langsung membacakan berita proklamasi Indonesia yang baru diterimanya. Ketika hendak membaca ketiga kalinya, sepasukan Jepang masuk mendobrak studio dan marah-marah, karena tahu ulah Wuz berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.

Mengapa proklamasi penting di beritakan?, dan apa korelasinya dengan peristiwa kelahiran PDRI di Bukittinggi?. Dengan cara itulah kemerdekaan kita bisa diketahui oleh bangsa lain. Ini menjadi alasan pertama, mengapa Indonesia kemudian menyiapkan Pemerintahanannya sebagai kelengkapan sebuah negara.

Dan perangkat itu menjadi alasan mengapa Belanda begitu kukuh untuk merebutnya melalui Agresi Militer ke II, menghancurkan ibukota dan menangkap para pimpinan negaranya, agar negara kembali vakum dan tidak berdaulat.

Tahun 1946 tepatnya 22 Maret, hampir setahun setelah proklamasi, Mesir mendirikan Komite Pembela Kemerdekaan Indonesia.  Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan RI.

Bahkan menurut versi sejarah lainnya, Palestina merupakan negara pertama yang mendukung RI merdeka dari para penjajah pada 1944, setahun sebelum merdeka. Hal ini disampaikan Zein Hassan melalui buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri.

Jejak Mesir kemudian diikuti Otoritas Katolik di Vatikan yang mendukung pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 6 Juli 1947. Dukungan Vatikan ditandai dengan pembukaan kedutaan Vatikan yang disebut Apostolic Delegate. Diikuti oleh beberapa negara lainnya, termasuk Australia, yang  mengakui kemerdekaan Indonesia secara resmi pada 27 Desember 1949.

Bukittinggi Sebagai Penyambung NKRI

Selain peran tokoh, tempat, proses sejarah yang berkelindan didalamnya sebagai satu kesatuan sejarah adalah sebuah parafrase sejarah yang sangat menarik. Hanya saja sejarah seperti menjadi potongan-potongan mozaik yang tidak utuh.

Sebagian besar dari kita memahami kisah kemerdekaan dengan pusat pemerintahannya, hampir pasti hanya Ibukota Jakarta yang paling banyak diingat. Padahal seperti halnya Jakarta, Yogyakarta dan Bukittinggi menyimpan catatan yang sama pentingnya.

Bayangkan saja jika Sjafruddin Prawiranegara gagal menjalankan PDRI, begitu juga dengan tokoh lain d New Delhi, barangkali sejarah kita akan kembali terulang dalam episode perang gerilya, seperti yang dikuatirkan oleh Panglima Besar Jendral Soedirman.

Namun ternyata sejarah memiliki caranya sendiri memainkan momentum, karena keberadaan para tokoh yang cerdas, meskipun baru memimpin sebuah negara dalam hitungan tahun yang pendek. Proklamasi pada 17 Agustus 1945, dan upaya perebutan kemerdekaan oleh Belanda melalui Agresi ke II pada, 22 Desember 1948. Hanya berselang kurang dari tiga tahun.

Selama 207 hari, Bukittinggi menjadi saksi sejarah luar biasa, bagaimana PDRI dijalankan dalam situasi gerilya, dengan pengorbanan, kegigihan yang pada akhirnya mebuat Belanda harus kembali bernegosiasi, setelah sebelumnya mengkhianati Perjanjian Renville, sebagai alasan penyerangan agresinya.

Perundingan Renville diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas perjanjian Linggarjati pada tahun 1946 yang disebabkan Belanda ingkar untuk mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto. Perjanjian Renville terjadi pada tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di Jakarta.

Sejarah itu harus dkembalikan kembali dengan tidak hanya dengan menuliskannya kembali, tapi juga upaya mengembalikan ingatan semua generasi agar tak pernah melupakan sejarahnya sendiri.

Mengembalikan Ingatan Sejarah

Mendiskusikan peran besar kota Bukittinggi sebagai salah satu lokus sejarah, mengingatkan saya tentang postioning. Mengapa harus positioning?. Al Ries dan Jack Trout sebagai pakar advertising dan marketing, mencoba menyimpulkan sebuah gagasan.

Positioning secara sederhana dipahami berasal dari cara menguatkan produk agar lebih dikenal. Wujudnya bisa saja barang dagangan, jasa, perusahaan, lembaga dan bahkan seseorang!.

Tunggu dulu, tapi positioning sama sekali bukan soal apa yang harus kita lakukan pada sebuah produk sejarah. Positioning lebih pada apa yang mau kita kerjakan pada pikiran. Jadi sasarannya bisa generasi dahulu atau generasi sekarang, para milenial contohnya.

Jadi memposisikan sebuah produk  sejarah itu artinya memposisikan produk ke dalam benak. Melalui pengakuan sejarah dan mempertahankan berbagai buktinya dan menjaganya.

Berikutnya mencari celah penyebaran informasi yang lebih komunikatif, menggunakan banyak media yang kini populer di era digital sebagai penyambung pesan---media sosial.

Kita juga harus mereposisi berikan sebanyak mungkin pilihan sasaran  yang hendak kita bagikan informasi agar orang semakin banyak yang tahu kisah sejarah yang ingin kta bagikan.

Termasuk para tokoh utamanya, karena dalam sejarah PDRI, tak hanya berkisah tentang Soekarno, Hatta, Sjafruddin Prawiranegara, Ketua merangkap Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan, TM Hassan sebagai Wakil Ketua merangkap Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Menteri Agama.

SM Rasyid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial Pembangunan dan Pemuda.. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman, Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan, Maryono Danubroto sebagai Sekretaris PDRI.

Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar, AH Nasution sebagai Panglima Tentara Teritorial Jawa, Kolonel Hidayat sebagai Panglima Tentara Teritorial Sumatera,  serta Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, Maramis dan Sudarsono di New Delhi, sebagai penerima mandat jika Bukittinggi gagal dipertahankan. Begitu banyak pelaku sejarah lain di belakang kisah yang sangat inspiratif dan luar biasa itu.

Tanggal 22 Desember menjadi momentum pengingat kembali kelahiran Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berpusat di Bidar Alam, Solok Selatan, Sumatra Barat, kini memasuki tahun ingatan sejarah ke 74 tahun. Kita berharap, generasi kita akan lebih mengenal banyak sisi lain sejarah yang tersembunyi, sebagai penguat ingatan sejarah dan rasa nasionalisme kita. Dirgahayu DPRI!.

referensi

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220817115202-4-364433/ini-negara-negara-yang-akui-kemerdekaan-ri-pertama-kali

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/08/180000469/media-penyebaran-proklamasi-kemerdekaan?page=all

https://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia

https://www.kompas.com/stori/read/2022/11/26/150000779/apa-bentuk-dukungan-australia-terhadap-kemerdekaan-indonesia-?page=all

https://id.wikipedia.org/wiki/Syafruddin_Prawiranegara

https://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II#:~:text=Agresi%20Militer%20Belanda%20II%20atau,Sjahrir%20dan%20beberapa%20tokoh%20lainnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/01/213510478/7-lokasi-pengasingan-bung-karno-dari-bandung-hingga-ende?page=all#:~:text=Berastagi%2C%20Sumatera%20Utara&text=Agresi%20Militer%20Belanda%20II%20menyebabkan,Desember%201948%2C%20selama%2012%20hari.

https://www.kompas.tv/article/11144/bung-karno-ditahan-selama-12-hari-di-rumah-pengasingan

https://news.detik.com/berita/d-5161588/cerita-sumbar-pernah-jadi-pusat-penyelamat-nkri-dari-agresi

https://padek.jawapos.com/berita-utama/03/12/2021/jejak-sejarah-indonesia-masih-ada-1-pdri-tonggak-sejarah-ri-di-sumbar/

https://infopublik.sijunjung.go.id/pdri-adalah-penyambung-nyawa-nkri/

https://www.setneg.go.id/baca/index/pemimpin_bangsa_yang_terlupakan

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/17/201500969/tujuan-pdri?page=all

https://www.solopos.com/sejarah-hari-ini-22-desember-1948-pemerintahan-darurat-ri-berdiri-1221188

https://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=80171

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun