BEGITU masuk gerbang Madrasah Tsanawiyah Negeri 4, (MTsN 4) Labschool FTK UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, langsung terlihat ruang baca pustaka representatif, kebun hidroponik, ruang Sanggar Kreatifitas dan Waste Collecting Poin (WCP) organik and anorganik.
Anak didik sudah tersosialisasi dengan empat titik penting itu, termasuk Ruang Terbuka hijau (RTH) sekolah. Bagian tertentu dari madrasah juga dilengkapi stiker berisi English Vocabulary dan Mufradat Arabic, termasuk benda-benda di sekeliling madrasah. Begitu juga ruang-ruang kelas yang ditata kreatif dengan hasil hasta karya siswanya.
Dibimbing gurunya, Miss Humaira, Aisya Humaira siswa kelas VIII 2, mendekor kelas bersama teman-teman dengan tematik schoolfellow, schoolmate, memilih kelas eskul menulis kreatif dan English Speech. Aisya menjadikan RTH sekolah dan ruang baca pustaka sebagai ruang favoritnya.
Ada ribuan anak lain yang bersekolah di jenjang madrasah seperti Aisya. Ada yang beruntung karena madrasahnya terhubung dengan institusi besar yang memberikan dukungan material dan intelektual secara intens.
Namun tak sedikit yang masih tak terjangkau transportasi dan terasing di pedalaman yang jauh di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan.
Ada madrasah lainnya yang beruntung karena kehadiran Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T), dengan 3.500 sarjana pendidikan yang berkomitmen dan siap mengajar ke pelosok negeri.
Ketersediaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi sebuah harapan baru untuk ribuan sekolah dan ribuan anak-anak yang memiliki harapan melanjutkan sekolah dan memiliki sekolah yang layak.
Eksistensi dan mutu
Keberadaan madrasah memiliki posisi unik dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan, madrasah tidak berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Justru karena karakteristik yang khas pada aspek pendidikan agama, menjadikan institusi pendidikan itu berada di bawah kendali dan koordinasi Kementerian Agama.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 229 Tahun 2013, madrasah merupakan satuan kerja tersendiri. Apa konsekuensi dari kebijakan tersebut? Madrasah diberi kewenangan secara independen merencanakan dan mengelola anggaran negara serta berkewajiban menyusun administrasi pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Fakta menariknya, menurut data statistik pengelolaan madrasah, ternyata lebih dari 90 persen madrasah dikelola oleh lembaga swasta. Hanya 8,63 persen (3.881) madrasah yang berstatus 'negeri' dan berada di bawah pengelolaan Kementerian Agama.
Kendala kemudian bermunculan karena dalam pengelolaannya juga masih ditemukan banyak titik lemah. Setidaknya ada dua masalah umum yang dihadapi, sebagai konsekuensi independensinya dalam mengelola lembaga pendidikan tersebut.
Pertama, minimnya kompetensi sumber daya manusia, minimnya guru yang berkompetensi dengan tingkat kesejahteraan yang layak.
Kedua, kurangnya tenaga administrasi, sebagai tenaga bantu yang mengurus berbagai masalah teknis administrasi untuk mendukung kemudahan operasionalisasi madrasah.