Rasuna Said juga dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam, terutama untuk zamannya ketika ia memberikan perlawanan dalam wujud pemikiran dan gagasannya yang ditulisnya. Apalagi ketika terlibat jauh dalam politik, sebagai sekretaris di Sarekat Rakyat.
Atas kelugasan pemikirannya Rasuna Said bahkan tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapa pun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail.
Namun Rasuna, tetaplah Rasuna "si pemikir pemberontak", ia tetap saja menyuarakan dan  memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita di daerahnya di Sumatera Barat, seperti halnya Kartini di Jawa.Â
Menulis dalam perkembanganya juga mengalami apa yang disebut asimilasi-mengikut zaman dan sikon. Tulisan di ranah perpolitikan mewujud dari political journalism, yang mewartakan gerak dan laku politik yang mewakili arah diplomasi antar pihak. Lalu dalam babak berikutnya, semakin soft, berasimilasi menjadi talking Journalism, jurnalisme yang berkata-kata.
Maka sekeluar dari penjara di tahun 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi Majalah Raya. Ruang geraknya yang dibatasi Belanda, membuat Rasuna Said pindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus wanita Perguruan Putri. Lantas ia juga menerbitkan majalah Menara Putri yang membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan antara pria, wanita, dan keislaman.
Geraknya dalam politik kemiliteranpun tak kalah hebat,  Rasuna Said ikut mendirikan organi sasi pemuda Nippon Raya di Padang, dan disusul dengan  memperjuangkan dibentuk nya barisan Pembela Tanah Air (Peta) bersama Khatib Sulaiman aktif--cikal bakal TNI.Â
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia diangkat sebagai anggota Dewan Per wakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Kemudian dia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya pada 2 November 1965 pada umur 55 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Pemikir Pemberontak
Seperti halnya Kartini, Rasuna Said berpikir antimainstream pada jamannya. Ketika peran dan aspirasi perempuan dikungkung budaya patriarki yang keras, ia justru tampil mendorong perempuan berperan aktif, tanpa meninggalkan kodratnya sebagai perempuan. Rasuna bahkan melakukan lompatan pemikiran jauh, untuk menanamkan nasionalisme dan anti-kolonialisme melalui tulisannya, hingga Indonesia memperoleh kemerdekaannya.
Sebagai perempuan pejuang, Rasuna Said juga ibu untuk seorang putri, Â Auda Zaschkya Duski dan 6 cucu di antaranya Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh Ibrahim, Moh Yusuf, Rommel Abdillah, dan Natasha Quratul'Ain. Keluarga dan politik diarngkumny seiring jalan. Politik tak membuatnya bergeming untuk terus memajukan harkat dan martabat perempuan, menguasai wilayah domestik, tapi juga berkiprah untuk negeri.
Keuletan dan kecerdasannya sejak berstatus siswa dengan cepat membuka jalan untuk menjadi asisten guru, yang memotivasi gadis-gadis muda untuk bermimpi besar. Rasuna Said, dikenang sebagai Singa Betina Pergerakan Kemerdekaan Indonesia. Dia adalah suara berpengaruh pada isu-isu sosial, terutama hak-hak perempuan, seorang guru dan jurnalis. Kini banyak perempuan hebat berdedikasi luar biasa melanjutkan perjuangannya.
Forbes sebuah majalah bisnis dan finansial asal Amerika Serikat, juga pernah menyorot para perempuan inspiratif Indonesia dalam edisi khusus Inspiring Women Forbes Indonesia ada lima wanita inspiratif Indonesia dari berbagai bidang, mulai dari ilmuwan hingga aktris.Â
Diantaranya, Dr. Carina Joe atau Carina Citra Dewi Joe. Dr. Carina merupakan ilmuwan Indonesia yang berhasil memproduksi vaksin AstraZeneca.Â