Dengan tekanan sebesar itu Bharada E, hanya tinggal menutup mata dan menarik pelatuk Glock pemberian Sambo, dan dor-dor-dor, tiga peluru lepas disertai kebingungan setelahnya ketika melihat Brigadir J sahabatnya tergeletak tak beryawa bersimbah darah karena tembakannya.
Meskipun diajari menembak di kesatuannya, Bharada E tahu apa yang harus dilakukan oleh seorang petugas polisi ketika harus menembak sasaran bahkan seorang penjahat. Tembakannya harus disertai peringatan terukur dan itupun hanya boleh dilakukan untuk melumpuhkan, bukan menembak langsung ke bagian vital seperti kepala atau dada.
Dengan itu saja, Bharada E cukup merasa bersalah total atas tindakannya,. Jadi ketika ia harus menggunakan kesaksiannya untuk menjelaskan bagian dari kronologi kejadian dan menyebut dugaan adanya "hubungan spesial PC dan KM" pastilah ia tak main-main.
Tapi mengapa topik itu justru menjadi isu liar. Bahkan hingga mempolisikan Deolipa terkait pernyataan dugaan adanya "hubungan intim" PC dan KM?.
Ada fakta menarik tentang Bharada E saat rekonstruksi, ia merasa sangat emosional karena pernyataan yang ia temukan dalam rekonstruksi tidak seperti apa yang ia alami saat kejadian sebenarnya, Atas insiden itu pihak LPSK sempat menawarkan bantuan tim psikoolog untuk menenangkannya, namun ditolak Bharada Eliezer.
Artinya ada yang tidak benar atau ditutupi. Karena jika apa yang dialami langsung oleh salah satu tersangka dalam rekonstruksi berbeda dapat langsung dilakukan koreksi. Namun hal ini diabaikan.
Polisi sejatinya tinggal menindaklanjuti dengan segala keahlian ke-polisi-annya bagaimana mengungkap kemungkinan adanya dugaan itu. Apakah di rumah Magelang terdapat CCTV (untuk rumah pribadi seorang kadiv propam rasanya benda yang satu ini tak terabaikan). Namun dalam kasus ini tak pernah ada pembahasan mengarah kesana.
Apa yang terjadi justru semacam penolakan, dan bantahan bahwa semua dugaan itu hanya hoaks. Polri paling benci jika melihat masalah kejahatan hanya dengan dugaan, semua harus dibuktikan. Maka dengan segala profesionalitasanya polisi akan mengerahkan segala daya upaya untuk mengungkap kejahatan itu.
Apa jadinya jika kebutuhan bukti adanya "hubungan intim" itu berkaitan dengan pembuktian citra seorang polisi agar tidak menjadi tertuduh sebagai polisi yang jahat. Apakah Polri akan menggunakan kekuatannya untuk membuktikan ketidakbenaran tuduhan itu. Pastilah!.
Tapi tidak dalam kasus ini, semua seolah dibiarkan mengambang tanpa solusi penyidikan. Maka dibiarkan publik bermain-main liar dengan tuduhan bahwa ; memang ada perbuatan "hubungan intim" itu ,atau tidak sama sekali.Â
Bahkan sampai muncul berita liar soal anak bungsu PC dan FS dengan segala tes DNA dan dikaitkan dengan KM. Bagaimana bisa berita "seliar" itu muncul di ruang publik, di medsos. Apakah parapihak yang berkepentingan dengan UU ITE tak segera bertindak meluncur ke TKP atau panik menelusuri jejak digital pelaku dan segera menahan dengan tuduhan pencemaran nama baik dan tuduhan penyebaran berita bohong.Â
Pasal tuduhannya 14 dan 15 KUHP tidak main-main lho, plus tambahan UU ITE sebagai pasal tambahan biar makin berlapis kejahatannya. Tapi apa yang terjadi semuanya adem saja.
Apakah ini indikasi bahwa ada kebenaran di balik itu. Beberapa kasus terkuaknya fakta tidak diikuti dengan "pengejaran" bukti oleh Polri, tapi hanya dianggap dugaan. Padahal jika fakta temuan dugaan mengarah pada solusi kasus, dengan segera harus ditindaklanjuti agar tidak menjadi bola liar yang menyebar dan semakin membuat "busuk" nama institusi Polri karena dianggap melindungi tersangka dan bekerja tidak profesional.
Apakah Benar Mereka Berselingkuh?