Bahkan pihak komisi 3 juga memberi beberapa catatan terkait kelemahan di tubuh polri.
Pertama; fenomena kedigjayaan divisi propam polri ini, yang sub kekuatan di dalam tubuh internal Polri. Hal ini berbahaya bagi masa depan reformasi dan transformasi Polri jika ditemukan masalah. Apalagi dengan munculnya bukti kasus Sambo, yang menegasi kekuatiran komisi 3 yang kini terbukti menjadi kasus yang luar biasa.
Masukan dari pihak komisi 3 berkaitan dengan pembenahan internal polri tentang kewenangan propam yang terlalu luas untuk menyelidiki dan memutus kasus. Bagaimana jika orang yang dipilih tidak tepat?.Â
Hal ini juga yang diduga menjadi pemicu munculnya kelompok-kelompok di dalam tubuh Polri. Menggalang kekuatan, untuk tujuan politik, bisnis dan lainnya. Membongkar kasus seperti Sambo, seperti membongkar mata rantai jaringan busuk di tubuh internal Polri.
Kedua; Banyaknya kasus atau perkara di daerah yang ditarik ke pusat yang bisa menimbulkan masalah perebutan kuasa.
Padahal PP tentang propam telah ditandatangani Kapolri--Peraturan Polisi No. 7, sehingga perlu dipertimbangkan kembali sebagai bagian dari reformasi di tubuh polri.Â
Peran polisi harus dikembalikan kepada amanah pasal 30 ayat 4 UUD 45, bahwa kepolisian sebagai alat negara yang menjaga keamanan bertugas melindungi, mengayomi melayani, Â serta menegakkan hukum pada bagian akhirnya. Menjaga keamanan dan melindungi rakyat berada di urutan utama.
Ketiga; Dengan semakin banyaknya tersangka yang terlibat dalam kasus Sambo, terlepas dari pelanggaran pidana dan etik atau pelanggaran etik saja, semakin membuat para tersangka yang masuk dalam daftar didera masalah stigma.Â
Maka ketika ditemukan para tersangka, maka keputusan hukumnya harus tegas. Menurut komisi 3 DPR RI, oknum pengotor Polri harus disikat habis. Potong "kepala ikan" busuk, sehingga akan menghentikan seluruh kejahatan yang tersembunyi didalamnya.
Stigma buruk sebagai "pembunuh" atau bagian dari komplotan pembunuh kepada terduga tersangka telah menyebar luas dalam masyarakat. Situasi dan kondisi seperti ini jika tidak diredam akan menimbulkan stigma buruk bagi personil yang masih terduga tersangka, maupun bagi institusi polri itu sendiri.Â
Ini menyangkut nama baik  340 ribuan anggota polri, sebagai mitra paling strategis abagi pemerintah. Dan kita meyakini masih banyak polri merah putih penjaga negeri indonesia, yang punya nurani baik. Reformasi kulural yang jelas harus dijalankan dengan tegas agar Polri tetap on the track sebagai penjaga negeri.
Dalam pertemuan pertama dengan kapolri pada Januari 2021, pihak komisi 3 DPR RI, telah menyampaikan pujian atas kerja keras Kapolri mendorong transformasi dan reformasi polri melalui Polri Presisi. Bahkan ketika itu kapolri menyampaikan bahwa, polri tidak akan merasa rugi kehilangan, 1, 10, 20, 30, 40 hingga 50 anggotanya yang korup, karena masih banyak polisi lain yang baik.Â
Atas dasar itu, kepercayaan publik harus dijaga, terutama setelah kenaikan kembali kepercayaan publik paska Kapolri mengumumkan dibentuknya timsus dalam menangani kasus dan temua 5 tersangka utama pelaku.Â
Keempat: Polri harus menentukan kebijakan yang tegas dan terukur, memberi kepastian hukum bagi yang terlibat apakah pelanggaran etik atau pidana. Pemberian hukuman atau penentuan kepastian status hukumnya berdasarkan tingkat kesalahan dan positiong dampaknya pada jabatan masing-masing terdakwa. Semuanya dilakukan dalam satu komando Kapolri. Semakin lama kasus dipendam akan semakin "meledak" dampaknya.
Kepastian status ini menjadi bentuk langkah kapolri yang paling tepat meredam, berbagai praduga publik yang beranggapan, ketika kasus pengembangan terus dilakukan akan semakin banyak barisan tersangkanya. dan itu artinya, internal polri telah mengalami kerusakan sistem dan manajemen yang sangat parah!.'