Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

7 Tahun IndiHome dan Resolusi 99 Buku

17 Juli 2022   22:07 Diperbarui: 17 Juli 2022   22:34 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumber gambar: IndiHome.co.id
sumber gambar: IndiHome.co.id

Setiap menit, ratusan juta orang membuat dan menyerap konten digital yang tak terhitung banyaknya, dalam dunia daring yang tidak terikat hukum bumi. Kemampuan baru untuk berekspresi dan menggerakkan informasi dengan leluasa pun melahirkan lanskap virtual mahakarya yang kita kenal hari ini. [Eric Schmidt dan Jared Cohen]. 

IndiHome Dalam Revolusi Digital

sumber gambar: susindra
sumber gambar: susindra

Dalam buku The New Digital Age, baik Schmidt maupun Cohen akhirnya sampai pada kesimpulan; Dalam sejarah planet ini, internet-lah eksperimen terbesar yang melibatkan anarki. Internet merupakan satu dari segelintir hal yang dibangun manusia tapi tidak benar-benar kita pahami!. 

Thomas L Friedman, dalam buku The World is Flat!, lantas melontarkan sebuah pertanyaan kritis, "Apa yang terjadi dalam dunia datar, apakah selamanya "seekor katak" bisa tinggal di bawah tempurung?.

Sejarawan sains terkadang enggan membubuhkan istilah "revolusi" untuk sebuah perubahan besar-besaran, karena menganggap kemajuan sebagai proses yang evolusioner. Termasuk, Steven Shapin, seorang profesor Harvard yang menolak sebutan salah kaprah perubahan teknologi komunikasi sebagai "revolusi sains"!.

Tapi perkawinan antara komputer dan jaringan terdistribusi internet di tahun-tahun setelahnya, kemudian mencetuskan sebuah "Revolusi Digital", sehingga siapa pun kini bisa menciptakan, menyebarluaskan, dan mengakses informasi dari mana saja.

Termasuk melalui Indonesia Digital Home, yang populer kita kenal sebagai IndiHome, lini perusaan telekomunikasi layanan triple play milik PT Telkom Indonesia (Telkom) Tbk yang telah menjadi bagian penting dalam "revolusi digital" itu. 

IndiHome, telah menunjukkan kiprahnya sejak 2015, sebagai program dari proyek utama Telkom, Indonesia Digital Network 2015. PT. Telkom adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi dengan produk berupa paket layanan komunikasi dan data seperti telepon rumah (voice), internet (Internet on Fiber atau High Speed Internet), dan layanan televisi interaktif (UseeTV Cable, IPTV).

Karena penawaran inilah Telkom memberi label IndiHome sebagai tiga layanan dalam satu paket (3-in-1) karena selain internet, pelanggan juga mendapatkan tayangan TV berbayar dan saluran telepon IndiHome yang merupakan gabungan dari jenis produk dan layanan telecommunication, information, media dan edutainment menjadi satu.

Terdiri dari layanan internet high speed , telepon rumah, dan interaktif (UseeTV cable) atau Triple Play. Bahkan paket IndiHome juga dilengkapi dengan konten seperti layanan portal musik digital dan Home Automation. Dan menjadi internetnya Indonesia paling familiar dan populer dikenal oleh jutaan pelanggan setianya.

Bahkan dengan kapasitas Telkom yang terus memperkuat mesin pertumbuhan baru, salah satunya dari layanan fixed broadband IndiHome, di sepanjang Januari-Juni 2021 saja, pelanggan IndiHome bertambah 285 ribu orang atau 11,4% menjadi 8,3 juta orang yang tersebar di 496 kabupaten/kota. Dengan pengalaman dan kepercayaan publik itu, tak diragukan lagi kapasitas dan profesionalitas layanannya.

IndiHome Family Dan Hari-Hari Pandemi

sumber gambar: IndiHome Bangka
sumber gambar: IndiHome Bangka

Di tahun 2022, ketika IndiHome memasuki tahun ke-7, aku telah menjadi bagian dari keluarga besar IndiHome, sebut saja IndiHome Family. Tentu saja ini bukan tanpa alasan!. Meskipun aku baru memulai bergabung di tahun 2019, tahun awal ketika memasuki pandemi, dan sempat terhenti sebentar karena faktor finansial selama pandemi, tapi kami kembali menggunakan fasilitas cerdas teknologi, dan saat ini dengan kapasitas termutakhir 30 MBps-berbasis 5G.

Ekpektasi ketika memutuskan bergabung dengan IndiHome cukup gila. Akan menggunakan semua waktu daring selama pandemi sebagai bentuk Quality Time, mengajak keluarga menulis bersama dan membuat buku, judulnya bahkan telah kami buat sejak awal; Around The World In Covid Days"!. (sebuah informasi rahasia---buku itu akan segera terbit tak lama lagi!).

Jauh sebelumnya, aku telah menggunakan manfaat internet IndiHome, di beberapa sekolah dimana aku menjadi mentor bagi eskul kelas kreatif. Sebagai "guru terbang", aku berkesempatan menggunakan fasilitas tersebut kapanpun diperlukan. Ini membuat aku merasa fasilitas internet IndiHome yang tanpa batas itu terbukti membuat dunia terasa flat, seperti ujaran Thomas L Friedman.

Pilihan ber-IndiHome selama pandemi, telah mendukung banyak resolusi penting secara personal. Sebenarnya, menurutku ada banyak cara orang mengepresikan kecintaan pada keluarga. Dan aku memanfatkan internet IndiHome sebagai sebuah medium mewujudkannya. Sebagai penulis  kolom freelance di kantor berita lokal, aku memanfaatkan semua momentum sebagai bahan tulisan, sebagai sasaran kreatifitas tanpa batas itu.

Separuh Nafas Resolusi 99 Buku

sumber gambar: IndiHome
sumber gambar: IndiHome

Tepat di hari pernikahan kami ke 20, di hari ulang tahun istriku di tahun 2020, aku membuat sebuah resolusi fantastik secara personal. Barangkali ini adalah cara menyampaikan kecintaan kepada istri dan buah hati kami selama 20 tahun perkawinan itu. Semua berjalan seperti ekspektasi,  kami saling mendukung dan anak-anak tumbuh seperti harapan.

Lantas aku memikirkan gagasan resolusi itu, dan menyebutnya "Resolusi 99 Buku. Semula aku tak pernah menyampaikan ide ini kepada keluarga, tapi ketika pada akhirnya bocor, aku dengan gembira menjelaskan mengapa memilih resolusi 99 buku. 

Secara sederhana aku menganalogikan 99 buku itu seperti jumlah 99 sifat Tuhan, yang disebut Asmaul Husna. 99 Nama Tuhan itu begitu istimewa, karena setiap sebutannya adalah berkah doa dan kemuliaan hidup. Lantas aku berpikir bagaimana cara membagikan kebahagiaan itu untuk keluarga dan orang lain agar bisa mendapatkan berkah yang sama.

Menurut sebuah petuah bijak, "jika kamu bukan raja, atau orang terkenal, maka menulislah agar kamu dikenang". Petuah itu makin menguatkan impian menulis 99 buku, dengan setiap buku mewakili setiap nama Tuhan, sebagai bentuk sebuah doa. Lantas doa itu aku tujukan untuk keluarga. 

Selama buku itu bisa memberi manfaat, akan mengalir doa-doa. Begitu juga bagi mereka yang turut menyebarkan manfaatnya. Sesederhana itulah niatnya.

Untuk saat ini baru lima buku kolaborasi yang lahir dari gagasan resolusi itu, sedangkan 99 buku yang murni dari karya penulis semuanya masih dalam draft dan pengurusan ISBN. Beruntung dua putraku seorang desainer otodidak, jadi aku yakin di tahun 2022 sebagian buku-buku itu akan segera terbit.

Aku mengandalkan manfaat internet IndiHome sebagai "separuh nafasku". Dengan berlangganan di IndiHome 30Mbps, dengan 5G-nya, terasa menjanjikan. Selain paket yang tersedia lebih beragam, kecepatan aksesnya pun lebih terjamin. Apalagi kecepatan pencarian berita sebagai sumber bacaan menjadi andalan luar biasa untuk mood menulis buku-buku itu.

Kebutuhan mencari referensi sumber bacaan adalah mata rantai penting pembuatan buku. Pasalnya, IndiHome telah menyematkan teknologi fiber optic dalam layanannya. Teknologi ini memungkinkan layanan internet lebih kencang dan stabil, cukup untuk kami berlima dengan masing-masing kreatifitasnya. 

Apalagi buat mereka yang sehari-hari aktif bekerja menggunakan internet, main game online, streaming video di Youtube, atau download file besar. Internet unlimited-nya tanpa ada batasan kuota.

Dengan deretan draft judul dan ringkasan 99 buku yang memenuhi dinding ruang kerja, semangat membuat buku seperti berpacu dengan waktu. Ada kalanya, ketika sebuah buku sedang di buru, muncul ide lain melintas dan masuk dalam urutan baru daftar 99 buku. 

Apalagi buku-buku itu berlabel "Apa Lu Mau Gue Ada" (Palugada). Aku sengaja tidak membatasi harus menulis politik saja, ekonomi saja, bisa saja motivasi, religi, edukasi. Maka judul-judul yang lahir kemudian, juga sangat berwarna sesuai mood.

Beberapa diantaranya, seperti : "Monsterpreneur", "Senator yang Jatuh Di Lubang Keledai", "8.892 Km; Perjalanan Hasan Tiro, "Around the world in Covid Days". "Covidnomic", "Feeding Frenzy Ekonomi Indonesia". 

Bahkan beberapa yang sedang diedit adalah kumpulan fotografi dari karyaku di Fotoblur.com, sebuah komunitas fotografi di Amrik. Foto hitam-putih, tentang pejuang kehidupan; muge ungkoet (pedagang ikan), nyak gule (pedagang sayur), dan para kelompok marginal, mencoba memotret kehidupan yang layak diceritakan hikmahnya.

Tapi ada kalanya, keinginan menuntaskan sebuah buku "tergoda" isu lain, dan "beralih ke lain hati" sesaat. Seperti ketika, musibah menimpa putra sulung Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, seketika muncul gagasan sebuah catatan perjalanan waktu untuk-almarhum Emmeril Khan Mumtadz-Emil. 

Data begitu mudahnya "diburu" dengan bantuan akses internet IndiHome sebagai "mitra kerja" yang selalu bisa aku andalkan sebagai kunci memburu "kecepatan" saat searching-download data yang bertaburan di media daring.

Padahal di awal menjadi penulis pembelajar-debutan di sekolah menengah, sebuah mesin ketik manual Royal, sebagai tumpuan. Berburu referensi bolak balik ke perpustakaan, atau ke pedagang loper koran langganan-bukan untuk membeli, tapi numpang membaca headline terbaru media. 

Tak terbayangkan jika beberapa tahun berikutnya, mengenal floppy disk, dos, sebagai lompatan teknologinya, di kotak-kotak mesin yang kemudian dikenal sebagai Personal Komputer.

Kini dengan IndiHome, manfaat internet bisa dinikmati di rumah, begitu mudah, begitu cepat. Sehingga memunculkan revolusi baru cara berpikir yang bebas, borderless, bahkan ketika dunia lain tidur, kita masih bisa bekerja, berbisnis, berkarya, berkomunikasi. Dunia nyaris tak tidur dalam gengaman internet, sejauh kita bisa mengendalikannya, seperti sebuah mata pisau.

Saatnya Berbagi, Saatnya Berjaringan

Dok Pribadi
Dok Pribadi

sumber gambar: dokpri-buku donasi di gudang dan pustaka darurat
sumber gambar: dokpri-buku donasi di gudang dan pustaka darurat

sumber gambar: langit amaravati
sumber gambar: langit amaravati

Dengan bantuan IndiHome,  aku bergabung di ruang-ruang menulis maya, Kompasiana (2011), medium (2022), muckrack, goodreads, penerbit kompas gramedia, penerbit indie, kantor berita media lokal. Bahkan seiring perjalanan waktu, aku pun tengah mengagas sebuah inisiatif lembaga berbagi buku. 

Awal idenya dimulai dari nama booklife-kampanye mouth to mouth, dengan relasi dan kedekatan, hape sebagai sarana komunikasi utama. Tapi kini aku serius memulai gagasannya melalui nama baru "walkingbook.org."

Harapan ketika menginisiasinya sangat sederhana,  sebuah impian, buku-buku donasi bergerak dari rumah-rumah orang yang peduli untuk berbagi, dan kami menjadi medium penyampai amanah kepada siapapun, dan dimanapun, terutama anak-anak di daerah 3T (terpencil, terluar dan tertinggal) Indonesia.

Termasuk gagasan "bookbox", sebuah cara smart mengedukasi masyarakat mengelola sampah terpilah dan me-recycle-nya menjadi buku. Rencana kedepan masih berupa embrio, sebatas desain bookbox-nya, dan persiapan media sosial pendukungnya. Namun dalam beberapa pertemuan dengan para pemilik kafe kopi di Aceh, sedang dirintis sounding gagasannya.

Universitas Kopi, Moumou Coffeee, Daphue Kupi adalah beberapa mitra yang telah dijajaki untuk memulai gagasan itu. Perlahan tapi pasti!. Meski aku belum menggunakan media apapun, baik website, IG, facebook sebagai mediumnya, karena masih fokus pada rancangan programnya. Tapi tunggu saja!. Apalagi saat ini fokus utamaku tetaplah resolusi 99 buku itu!.

referensi; 1,2,3,4,5

databoks.katadata.co.id

telkom.co.id

Walter Isaacson, The Innovators, Kisah para peretas, Genius, dan Maniak yang Melahirkan Revolusi Digital, Penerbit Bentang, Jogjakarta, 2015.

Eric Schmidt dan Jared Cohen, The New Digital Age; Cakrawala Baru Negara, Bisnis, dan Hidup Kita, KPG, jakarta, 2014.

Thomas L Friedman, The World Is Flat, Sejarah Ringkas Abad 21, Dian rakyat, Jakarta 2006.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun