Kisah ini di tuturkan oleh kakek, ketika ia masih tinggal di pesantren di kampung. Di bulan ramadhan, tarawih, tadarus, hingga iktikaf justru semakin meriah.
Apalagi saat sepuluh hari terakhir ramadhan, mushala atau surau pesantren semakin penuh dengan anak-anak mengaji.
Mereka semua "berburu" malam lailatul qadar, tapi tidak seperti umumnya orang yang khusus mencari malam spesial yang nilainya seribu bulan.
Jadi mereka hanya beribadah sebanyak-banyaknya, tak peduli apakah malam itu malam lailatul qadar atau bukan.
Mereka hanya berharap di dalam hati, semoga ketika mereka sedang beribadah dalam salah satu malam itu, mereka bertemu dengan malam lalaitul qadar dan doanya terkabul.
Suatu malam seperti biasa mereka bertadarus beramai-ramai, hingga malam semakin larut dan akhirnya hanya tinggal beberapa orang yang mengaji. Hingga akhirnya seluruh santri itu tertidur di masjid itu beramai-ramai.
Ketika pagi menjelang sahur, mereka dibangunkan oleh kyai mereka. Sebelum mereka sahur, sang kyai melihat sesuatu yang tidak biasa menurut "mata batinnya". Kata beliau, ada salah seorang dari santrinya yang "bertemu" malam lailatul qadar.
Beliau bilang, salah seorang dari santrinya, ada ujung kain sarungnya yang memiliki simpul. Maka mereka semua bergegas memeriksa masing-masing sarungnya, untuk mencari tahu, apakah sarung mereka yang memiliki simpul itu.
Ternyata dari sekian banyak santri ada seorang yang kain sarungnya tersimpul. Ia sama sekali tak menyadari, karena selama ini ia tak begitu merasa "memburu" malam lailatul qadar. Ia hanya ingin beribadah sebaik-baiknya dan sebanyak-bnyak selama ramadhan yang mulia itu.
Mungkin karena keihklasan dan ketulusannya, ia mendapatkan 'hadiah" malam seribu bulan itu.
Ia kemudian bercerita, ketika malam semakin larut dan hanya tinggal ia sendiri yang masih bertadarus, ia tiba-tiba merasa malam itu begitu sunyi, hening dan hamparan putih bersih terlihat disekitar surau.
Ia merasa seluruh bulu kuduknya berdiri, Â tapi ia sama sekali tak menganggap itu sesuatu yang aneh.
Ia kemudian menghentikan tadarusnya dan menyambungnya dengan shalat tahajud beberapa rakaat yang ditutup dengan doa, ketika akhirnya ia merasa kantuknya begitu berat dan ketiduran di atas sajadahnya.
Malam Lailatul Qadar