Intensitas keramaian bertambah marak dengan kebiasaan para remaja, berkumpul dengan kelompok, berjalan-jalan, atau konvoi bersama dalam kawanan, setelah kondisi pandemi tak lagi ada pembatasan, zona merah. Ditambah lagi ketika memasuki bulan Ramadhan. Mereka memanfaatkan waktu menunggu buka-ngabuburit, atau begadang hingga waktu sahur.
Kebiasaan itu menjadi sesuatu yang jamak. Para orangtua juga bersikap permisif, karena perubahan kebijakan pandemi yang semakin longgar.
Namun belakangan justru muncul ancaman baru tindak kekerasan dalam intensitas tinggi yang sangat menganggu. Motifnya kejahatan, perampokan dengan kekerasan seperti kejahatan begal, yang dikenal dengan istilah "klitih".
Di sisi lain aksi tawuran juga bertambah marak. Kelompok pemuda antar kampung, antar kawasan, geng motor, bergesekan, karena banyak hal, kecemburuan sosial, arogansi kelompok, bahkan karena hal sepele.Â
Beberapa kasus terbaru di Jakarta, berakhir dengan banyak korban nyawa. Kondisi itu menjadi "noda" dalam kesucian bulan Ramadhan tahun ini.
Tak hanya di Jogjakarta, fenomena kekerasan, tawuran, di Jakarta juga mengambil korban nyawa. Muhammad Diaz menjadi salah satu korban tewas dari aksi kekerasan jalanan di daerah Palmerah.Â
Diaz yang awalnya hanya melerai temannya yang bertikai ketika membangunkan warga sahur, menjadi korban martir perkelahian antar-remaja pada dini hari itu.
Kasus serupa menimpa warga Cimuncang, yang mengalami kekerasan akibat di serang 20 orang bersenjata, menggunakan sepeda motor, ketika sedang mencari makan untuk sahur. Demikian juga dengan beberapa kasus lainnya.
Fenomena kekerasan yang muncul sepertinya begitu mudah dipicu, tak peduli dengan situasi Ramadhan, terutama pada saat menjelang sahur.
Apa yang melatarbelakangi bibit-bibit kekerasan tersebut?
Remaja adalah kelompok rentan korban dari sistem sosial yang gagal. Tindak kekerasan yang makin marak terjadi, dipicu oleh banyak ketimpangan yang terakumulasi pada ketidakpuasan sosial, kondisi ekonomi sulit, dan gangguan budaya akibat maraknya penggunaan gadget, semenjak pandemi.Â
Ketika pembatasan pandemi dikurangi, para remaja menjadi bebas dan bisa beraktivitas normal. Kembali pada kebiasaan lama, berkumpul dengan teman-teman, beraktivitas di jalanan, bahkan di malam hari.