Tak pernah terbayangkan, jika pada akhirnya bisa menjadi pelaku bisnis meski cuma kelas mikro!.
Sejak tahun 2000, Aku menggeluti kerja sebagai relawan di sebuah lembaga konservasi. Aku sering merasa NGO sebagai dunia satu-satunya, dan susah sekali "move on" darinya. Bertemu banyak orang sukses bisa bebas dari zona nyaman yang membuat terlena, ternyata menularkan niatku untuk mandiri.
Aku meyakini, tak selamanya bisa bekerja untuk orang lain. Lembaga konservasi itu tutup, beruntung, berbekal tekad dan dukungan my patnership-ku, aku telah mandiri.
Filosofi Koper dan Ransel
Pilihan berbisnis memang tidak mudah. Aku takut soal risiko, apalagi awam bisnis yang cuma bermodal baca buku doang. Â Bisnis yang Aku tekuni, Â juga berkat "ceburan" teman, yang melego bisnisnya karena bersekolah ke Ausie.
Bermodal tekad, Aku beranikan diri memulai. Selain keluarga, Aku punya mitra,. Aku menyebutnya patnership bisnis. Mengapa?. Karena sejak awal, patner bisnis ini yang men-support kekuatan "mesin" bisnisku.
Dari awalnya biasa saja, menjadi kekuatan bisnis besar. Jadi, Aku ingin berbagi sukses itu. Siapa bilang, bisnis itu susah kalau tak punya modal besar?. Tetap ada kok, jalan keluarnya.Â
Ide awal kekuatan bisnisku sebenarnya berasal dari filosofi yang kucetuskan sendiri, dan kunamakan filosofi koper dan ransel. Kelak, akan kutulis menjadi sebuah buku.
Mengapa harus koper dan ransel, padahal bisnisku laundry?. Sederhananya, "ransel" itu  mewakili sisi kekurangan-keterbatasan, tapi sebenarnya sebuah kekuatan tersembunyi. Sedangkan "koper", melambangkan kekuatan-kekayaan dan superpower finansial.
Kurang lebih, jika kamu adalah "koper", mungkin tak ambil pusing soal modal, tapi bagaimana jika "ransel"?. Inilah aku si "ransel" itu!.
My Patnershipku, Adiraku
Tahun 2018 menjadi tahun terakhir kontrakku dengan sebuah lembaga konservasi lingkungan. Di tahun yang sama, kami juga harus pindah dari rumah dinas, karena program kampus.