Kurikulum Merdeka kelak, akan membuktikan banyak kesalahan dan blunder dalam dunia pendidikan dan dunia profesionalitas kerja.
Sisi Lain Kuruikulum Merdeka
Apa ada sisi yang bisa menganggu secara substansial, antara kurikulum baru dan realitas dunia pendidikan kita?. Apa semua sekolah siap menerima kurikulum baru. Bagaimana dengans ekolah di daerah 3 T (terluar, terjauh dan Terdalam) yang tidak bisa "dipukul rata" menggunakan Kurikulum Merdeka.
Bisa jadi bukan kemerdekaan yang didapat, justru kebingungan dan kepanikan. Empat upaya perbaikan yang hendak diwujudkan Kurikulum Merdeka, di antaranya adalah perbaikan infrastruktur dan teknologi, kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan, perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya, kurikulum, pedagogi, dan asesmen.
Wujud perbaikan di atas telah terwujud dengan menghadirkan empat pokok kebijakan agar paradigma tentang cara lama dalam belajar dan mengajar dapat diubah menuju kemajuan. Kemudian penghapusan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional. Ditambah adanya kebijakan penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) serta kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang lebih fleksibel.
Apakah akan ada dampak mengapa kurikulum selalu diganti-ganti, ibarat kata kalau Menterinya ganti, kurikulum juga ganti. dalam Kurikulum Merdeka empat hal ini mungkin akan menajdi pertanyaan yang cukup membuat para guru juga merasa berdebar-debar, karena menyangkut kredibilitas, kapasitas dan "dapurnya".
Pertama; Fokus kurikulum pada kompetensi yang esensial
Dibandingkan K-13, fokus baru ini merupakan salah satu daya tarik utama dari Kurikulum Merdeka. Jika seluruh materi yang banyak harus dikejar tayang dalam beberapa kali pertemuan, efeknya pada hasil yang tidak optimal.
Beda dengan kejar tayang sinetron yang bisa ambil jam lembur, sedangkan anak-anak punya ritme dan jam belajar tertentu di sekolah setiap harinya. Cara-cara instan dengan memberi tugas yang banyak, asyik berceramah sendiri tidak lagi bisa dilakukan dalam model Kurikulum Merdeka.
Intinya bukan lagi pada bagaimana sekedar menghabiskan materi sesuai dengan ketuntasan materi pelajaran, tapi bagaimana bisa mengoptimalkan manfaat materi pelajaran tersebut.
Bisa jadi dalam pelajaran ekonomi internasional, tidak seluruh materi diperlukan, fokusnya bisa jadi tentang ekspor-impor yang lebih utama, jadi fokusnya bisa diarahkan pada materi tersebut.