Masalah laten tentang pemilihan jurusan, banyaknya pelajaran yang harus diampu guru dan dikuasai murid, jam belajar yang padat, dan beratus masalah lain yang mengganggu belajar kita, termasuk pandemi yang masih berlangsung sekarang ini.
Menurut saya ada hal menarik dari gagasan Pak Nadiem tentang merdeka belajar yang harus kita garis bawahi. Karena ide merdeka belajar ternyata datang karena keinginan menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu yang membuat pusing dan sakit kepala. Begitu juga tentang Kurikulum Merdeka itu.
Kurikulum Merdeka menjadi jembatan mempertemukan dua frasa merdeka itu,"merdeka belajar" dan" merdeka berpikir". Anak-anak yang lebih kritis dengan pembelajarannya, kondisinya, kondisi sosial, bahkan masa depannya. Anak-anak menjadi sehat personal dan sehat sosial.
Bangun Masa Depan Lebih Baik
Di masa mendatang, sistem pengajaran juga akan semakin berubah, tentu saja karena kita belajar juga dari pengalaman belajar daring selama ini.Â
Belajar di luar kelas atau outing class akan jadi bentuk pembelajaran baru yang makin banyak digunakan untuk menarik minat siswa. Suasana belajar bukan cuma mendengar guru bercerita sendiri didepan kelas.Â
Anak-anak kita akan makin sering berdiskusi karena gangguan keterbatasan ruang kelas bisa kita atasi. Pembentukan karakter bisa lebih mudah terlihat, karena kemandirian, keberanian, kemampuan anak didik bergaul, berkompetensi, dapat lebih terlihat dalam outing class.
Dan lagi, menurut banyak survei para pakar, sistem ranking dan skor nilai, selama ini membuat anak didik resah, karena setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan dalam bidang  masing-masing.Â
Bisa jadi kurang pada satu jenis pelajaran, tapi menyimpan kemampuan brilian dalam mata pelajaran yang lain, sehingga ukuran nilai tak sepenuhnya bisa disamaratakan pada setiap anak didik.Â
Buktinya banyak kesalahan kita yang sudah menjadi lingkaran setantak berujung, kesalahan pemilihan jurusan, kesalahan memilih jenjang pilihan ilmu di perguruna tinggi dan akhirnya ber-ujung pada buruknya, link and match, para lulusan ketika mengakses dunia kerja.Â