Padahal pengguna transportasi umum, terdapat 88 juta perjalanan di kota penyangga dan Jakarta setiap hari. Kekurangan  moda transportnya mencapai 99,92 Persen.
Besarnya jumlah pengguna moda KRL, juga disebabkan karena banyak faktor, diantaranya tak semua pekerja memiliki sarana transportasi pendukung, kemacetan yang kronis, bahkan kebijakan menerapkan ERP (electronic road pricing) saat ini, justru memicu peningkatan kemacetan.Â
Faktor lainnya, naiknya harga BBM dan Gas Non Subsidi, kenaikan UMP diikuti kenaikan harga-harga barang, dan faktor utamanya adalah berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh moda transport KRL.
Jika melihat pada realitas kebutuhan moda yang masih sangat timpang, dan kita bisa memenuhi target, ada kekuatiran laina, pakah jika KRL Komuter kelak memenuhi seluruh Jakarta dan kota-kota satelit di sekitarnya juga akan mengulang kasus yang sama seperti pada tahun awal dirintis di Hindia Belanda dan di tahun 1960-an, ketika KRL komuter dianggap sebagai biang kemacetan?.
 Bagaimanapun KRL komuter masih menggunakan jalur darat, yang kapasitas dan kemampuan luas Jakarta untuk pengembangan jalur moda KRL semakin lama akan semakin berkurang. Karena luas Jakarta tidak bisa ditambah, kecuali dengan reklamasi.Â
Atau melakukan pengembangan jalur KRL dengan sistem jalan layang. Seperti Mass Rapid Transite (MRT) yang dioperasikan di Malaysia. Sehingga tidak menganggu kebutuhan pengembangan jalur tranport darat lainnya, termasuk untuk kendaraan pribadi.
Realitas itu menjadi pertimbangan krusial, sehingga arah pengembangan KRL harus selaras dengan keterbatasan luasan Jakarta. Tidak hanya didorong pada pemenuhan tambahan moda karena kebutuhan yang memang sudah mendesak. Pemerintah DKI Jakarta saja melalui Tranjakarta menargetkan dalam jangka panjang, menyediakan 10.051 bus listrik di jalur Transjakarta di tahun 2030.
Sementara dari pengembangan KRL komuter sendiri, hingga 2030 akan dibangun jaringan kereta api antarkota sepanjang 9.210 km dan jaringan kereta api perkotaan sepanjang 3.755 km. Sementara itu, dari sarananya sendiri atau kereta api, akan dilakukan pengadaan lokomotif sebanyak 5.314 unit, kendaraan pengangkut 27.949 unit, gerbong 48.364 unit, dan kereta api perkotaan 6.229 unit.
Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (Maska) mengungkapkan anggaran pembangunan perkeretaapian hingga 2030 yang terdiri dari pembiayaan infrastruktur dan kereta api (rolling stock), total anggaran mencapai US$65,595 juta atau setara dengan Rp926,742 miliar (kurs Rp14.000).
Kenaikan harga dan Revitaliasi Manajemen