investor.id
Ada dua perubahan besar dalam tata kelola energi kita, paska disepakatinya Perjanjian Paris- Paris Agrement (2015). Lebih dari 195 negara sepakat membatasi kenaikan pemanasan global pada tingkat 1,5-2 derajat celcius pada tahun 2050 dengan target emisi CO2 pada tingkat nol (dekarbonasi). Bisakah Indonesia mencapai target zero emisi di tahun 2060?.Â
Pertama; kesepakatan itu akan memicu setiap negara mengejar target zero emisi dengan melakukan transisi dari energi fosil (energi coklat), menuju energi terbarukan (energi hijau) dalam rangka dekarbonasi sebelum tahun 2050.
Kedua; target capaian transisi energi menuju tahapan penurunan emisi sejak tahun 2030, 2040, 2045 hingga zero emisi pada 2050, akan diikuti dengan meningkatnya permintaan atas Logam Tanah Jarang (LTJ)- Rare Earth Element (REE) atau elemen tanah jarang--Rare Earth Metal (REM) yang akan mendorong peningkatan aktifitas penambangan.
Setidaknya dalam beberap tahun ini, mungkin akan berubah di tahun mendatang, sehingga target dekarbonisasi pada 2050 masih menggantungkan pada aktivitas penambangan LTJ.
Dalam sirkular ekonomi, proses daur ulang memainkan peran penting dalam membantu mengurangi permintaan logam melalui proses penambangan. Permintaan atas logam mineral dapat dikurangi karena kebutuhan logam mineral sebagian akan dipenuhi dari proses daur ulang.Â
Namun dalam kerangka ini pun Pemerintah Indonesia kelihatannya masih pesimis sehingga menetapkan tahun 2060 sebagai batas dekarbonasinya, melangkahi kesepakatan zero emisi Perjanjian Paris pada 2050.
Dilema Transisi Energi