Sebuah ilustrasi menarik menggambarkan bagaimana bekerjanya kurikulum prototipe 2022, dengan melihat kemampuan, minat dan bakat setiap orang yang berbeda, digambarkan dengan ilustrasi yang sangat jitu oleh Kak Setok, dalam cerita, "Sekolah Para Penghuni Rimba";. Coba renungkan sejenak.
"Tersebutlah sebuah kisah di hutan belantara yang lebat. Di sana akan dibuat sebuah sekolah untuk para hewan yang ada di hutan. Adapun mata pelajaran pokok yang akan diajarkan adalah berlari, memanjat, terbang, dan berenang.Â
Dengan demikian, maka semua murid yang berprestasi diharapkan akan mampu menguasai keempat mata pelajaran pokok tersebut. Namun apa yang terjadi kemudian?.
Si Kucing Hutan ternyata amat pandai dalam mata pelajaran berlari dan memanjat. Dengan cepat ia dapat mengejar mangsanya, bahkan sampai ke bagian atas pohon yang cukup tinggi.Â
Namun, sayangnya, ia cukup mengalami kesulitan dalam mata pelajaran berenang karena ia memang sangat takut pada air. Apalagi dalam pelajaran terbang. Berkali-kali ia memanjat pohon yang cukup tinggi, kemudian mencoba melompat ke bawah bagaikan seekor burung yang hendak terbang.Â
Tapi bagaimana akibatnya? Berkali-kali itu pula si Kucing Hutan jatuh terguling-guling di tanah dengan kesakitan karena kakinya terkilir. Akibatnya, ia malah tidak mampu berlari dan memanjat sama sekali, suatu bidang yang semula amat dikuasainya dengan baik.
Lain halnya dengan si Bebek, ia cukup mahir dalam mata pelajaran berenang, terbang pun untuk jarak yang tidak terlampau jauh ia mampu, namun untuk berlari dengan cepat, ia mengalami kesulitan.Â
Apalagi untuk memanjat pohon. Bahkan berkali-kali ia mencoba untuk memanjat pohon, sampai akhirnya kakinya lecet-lecet dan berdarah. Usahanya sia-sia, malah karena luka-luka yang dialaminya, ia jadi terhambat untuk berenang dan terbang dengan lancar, yang semula amat dikuasai dengan baik. Sayang sekali bukan?".
Kisah itu menunjukkan bagaimana kurikulum prototipe 2022, bekerja. Sehingga jika berjalan sesuai harapan, maka kurikulum prototipe ini adalah kurikulum yang bisa mengerti kita.
Kurikulum prototipe tidak hanya menyelesaikan satu persoalan kekhawatiran loss learning saja, namun memutus sebuah mata rantai kondisi yang sudah akut dan menahun terkait dengan bagaimana anak bisa memilih dengan leluasa berdasarkan kemampuan dan passionnya. Tidak lagi hanya dipatok dari  ukuran-ukuran yang sangat subjektif dari sekedar nilai.
Karena sebenarnya nilai tinggi juga bukan ukuran tepat untuk mengambarkan kecerdasan seseorang. Justifikasi nilai tinggi berarti cerdas saja bisa salah, artinya di sana ada faktor komitmen belajar, kemampuan daya serap, cara berpikir, kondisi ekonomi, passion, hobby dan lainnya yang sering luput dinilai, semuanya bisa memengaruhi penilaian yang akan kita lakukan.