Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Prototipe 2022, Kurikulum yang Mengerti Kita

31 Desember 2021   14:55 Diperbarui: 1 Januari 2022   17:48 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa menjalani kegiatan belajar di sekolah.| Sumber: Totaria Simbolon via Kompas.com

Kita juga menemukan realitas materi dan bahan ajar yang sangat terbatas menyebabkan anak-anak dengan kesulitan bidang eksakta mengalami masalah.

Dok zonariau
Dok zonariau
Salah satu wujud kekhawatiran itu adalah munculnya fenomena loss learning atau hilangnya kemampuan anak-anak dalam memahami materi pelajaran akibat kondisi seperti pandemi, dengan sisitem belajar daring. Bahkan ketika kita memodifikasi model pembelajaran dengan kombinasi daring-luring-blended learning-pun, masalah itu juga masih muncul. Sehingga jalan keluar mengatasi problem loss learning adalah, lebih jeli melihat minat bakat anak-anak saat belajar di sekolah.

Kedua, kita sudah belajar dari pengalaman kurikulum 2013 ketika sebelum pandemi. 

Kurikulum 2013 sangat menarik, karena memadukan antara teori dan praksis. Anak-anak tidak hanya fokus belajar, namun juga memikirkan apa relevansi ilmu yang dipelajari di kelas dengan kehidupan sebenarnya. Serta bagaimana mengaplikasikannya dengan pengalamannya kelak dalam kehidupan sosial dalam masyarakat.

Sayangnya, ketika belum optimal dilaksanakan,  akhirnya kita berada dalam situasi pandemi yang memunculkan kekhawatiran  fenomena loss learning.

Dok muslimobsession
Dok muslimobsession
Memutus Problem Link and Match

Banyak pembelajaran dari pandemi yang kemudian menjadi inisiasi kita untuk menciptakan kurikulum yang bisa menjembatani masalah-masalah yang kita temukan. Salah satunya adalah, apakah sebenarnya pilihan anak-anak di kelas IPA atau IPS ada korelasinya dengan semakin meningkatnya kemampuan anak-anak ketika melanjutkan ke jenjang lebih tinggi?

Apakah kualitas Perguruan Tinggi (PT) juga dipengaruhi oleh pilihan-pilihan yang salah ketika di sekolah?. Artinya ketika ada anak-anak yang berkelas IPS mengambil jurusan di PT ternyata hanya mendapat jatah fakultas berbasis IPS saja. Sedangkan anak berjurusan IPA lebih beruntung karena bisa memilih jurusan IPS. Bisa jadi berpengaruh pada minat sebenarnya daripada formalitas ijazahnya.

Kondisi  penjurusan di PT dan peluang lulusan Sekolah menengah didasarkan pada jenis kelas yang diambil juga menyebabkan timbulnyamasalah;

Pertama, sekolah dengan prioritas kelas IPA menjadi tumbuh subur.

Kedua, kondisi ini memposisikan kelas IPS sebagai "kelas dua". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun