Baru membuka konten pertama setelah pencapaian, sudah mulai lagi dengan Theoremanya yang kenthirisme itu. Membacanya opininya harus dicerdasi, tapi nggak perlu buat kening berkerut. Kompasiana butuh banyak orang yang seperti itu. Ia jenis Engkong cerewet, mengingatkan pada oma-oma yang ditakdirkan pada masanya ya untuk ngomong, tentang kebaikan pasti, tentang perbaikan juga iya.
Tulisan kedua malam ini pun masih dengan theori yang sama, menakjubkan. Apa iya tidak bosan menggoda Admin-K dengan analisa teori yang "menjurus", seperti nomor pencapaiannya tahun ini #69. Itu posisi luar biasa, butuh stamina, karena meski katanya gaek, tapi staminanya kuat terutama untuk terus menulis sambil mengusik.
Terus, dengan rasa gembira dan besar hati, merasa dapat ucapan selamat Natal, padahal banner itu sudah seminggu nangkring di halaman kiri  Kompasiana. Lantas menuduh Admin-K mendedikasikan banner ucapan selamat itu untuknya. Narsis rasanya, tapi begitulah Engkong Felix, tak gundah dengan apa yang diucapkannya, dan meminta siapa saja menerjemahkan sendiri maksudnya, selama tidak salah kaprah.
Jika salah, bisa-bisa Engkong Feli, Â lantas diadukan ke Admin-K sebagai "tukang kompor", Â gara-agra penobatannya sebagai yang terbaik ke #69 itu.
Saya pertama begitu respek, karena membaca teorinya ketika mengkritisi siapa yang kira-kira akan menjadi yang ter, diantara yang ter di Kompasianival 2020, bahkan bisa milih kompasianer andalan cukup dengan, cucuk mata kerbau saja, lengkap dengan pandangan kritisnya yang unik. Tonny Syiariel, misalnya, menurut prediksi Engkong, akan meraih penghargaan kategori Best in Fiction.
Alasannya, bagi Engkong Felix, semua cerita wisata Mas Tonny itu hanyalah cita-cita, dan cita-cita adalah fiksi. Ternyata prediksinya meleset, justru Mas Tonny nangkring di Best Specific Interest, karena cerita Tonny "dibaca"Admin K, bukan fiksi tapi realitas. Betapa sederhananya pemikirannya, bebas seperti burung, lepas tanpa beban, tapi sah-sah saja, selama berpikir belum dilarang.
Lantas saya berpikir, namanya saja beda sudut pandang, perbedaan adalah hikmah, sesuatu yang jamak sifatnya. Jika mengingat kata-kata ajaib para juri, maaf-kita tidak bisa memuaskan semua orang. Penilaian bisa dinilai sangat objektif atau subjektif tergantung siapa yang menilai dan dalam kepentingan atau kapasitas apa. Maka jelas tidak mungkin juri harus  " memuaskan" Om Felix terus memuaskan yang lain satu persatu, habis stamina nantinya. heyhey
Saya jadi mikir tentang gagasan Opini yang bisa menyuarakan tapi juga santai menuliskannya. Wajar dan biasa sajalah, kira-kira begitu pakem yang selalu lahir dari idenya Engkong Felix, ini menginspirasi dan menarik, dan bikin betah berlama-lama nulis.
Tapi saya pernah dibuat bingung (dan ini serius), ketika Engkong Felix dengan lantang menulis kritis yang bunyinya, kurang lebih; Maka seperti transformasi Acek Rudy, menjadi generalis "palugada", menurut Engkong Felix analisisnya didasarkan pada teori kenthirisme, adalah salah satu sebab dia kehilangan peluang mendapatkan K-Award.