Suku Mante atau Mantir, meskipun keberadaanya masih menjadi tanda tanya besar dan dianggap mitos, namun dalam beberapa kesempatan mereka terlihat oleh para penyusur daerah pedalaman. Suku ini dianggap hampir punah dan tinggal atau mendiami daerah pinggiran sungai di pedalaman Aceh.Meskipun terdapat beberapa referensi dengan penjelasan yang berbeda-beda, para peneliti masih merujuk pada catatan lama, tentang keberadaan suku mante ini, pada hasil penelitian KFH Van Langen, dalam buku Inrichting Va Het Atjehsche Staatsbestuur Onder Het Sultanaat, yang menyebut Mante dengan suku Mantra atau Suku Mantir, kelompok suku Melayu Tua, suku awal di Sumatera.Â
Rujukan ini barangkali juga digunakan oleh Dr Snouck Hurgronje, seorang ahli siasat perang Belanda yang digunakan mencari titik lemah para pejuang Aceh. Dr Snouck Hurgronje dalam De Atjehers meskipun tidak pernah bertemu langsung dengan suku Mante, namun menyebut istilah Mante, digunakan untuk menjelaskan sebagai seseorang yang kekanak-kanakan.Â
Dasar pemikirannya masih menjadi misteri, bisa jadi karena ia mendengar ceritanya saja dan menganggap semua itu juga masih mitos yang tak pernh bisa dibuktikannya. Â Atau sekedar istilah penyebutan dalam bahasa tertentu yang sudah punah dan berasal dari suku tertentu.
Jika benar ada, seperti dugaan Snouck, bisa jadi pasukan Marsose Belanda yang menyusuri hampir sebagian besar hutan di Aceh ketika mencari pejuang gerilya pernah menemukan mereka atau setidaknya melihat mereka. Namun tidak ada catatan khusus tentang hal itu, hanya saja pengambaran itu didasarkan pada awal mula kisah suku ini ditemukan pada abad XVIII, ketika sepasang suku Mante ditangkap dan dibawa kepada Sultan Aceh, namun akhirnya mereka meninggal, tanpa meninggalkan jejak, baik bahasa maupun riwayat keberadaannya.
Dalam Kamus Gayo-Belanda  karya Prof. Ibrahim Alfian, Mante juga telah mendapat gambaran, dan dijelaskan untuk penyebutan sekelompok masyarakat yang liar tinggal di hutan. Sedangkan dalam Kamus Gayo-Indonesia karya antropolog Nelalatua, Mante diartikan sebagai kelompok suku terasing. Dasar pijakan penelitiannya tak menyebutkan asal muasal munculnya istilah dan penjelasan itu.
Sebelum menjadi berita viral dalam sebuah video yang diunggah pada medio 2017, karena seorang penjelajah pedalaman, secara tidak sengaja bertemu dengan sosok, seperti gambaran yang diduga sebagai Suku Mante dan membuat rekaman videonya, Suku Mante hilang jejak beritanya.
Namun Harian Kompas pada tanggal 18 Desember 1987, menuliskan sebuah artikel; "Ditemukan Lagi, Suku Mante di Daerah Pedalaman Aceh".  Sumbernya bersal dari seorang pawang hutan, Gusnar Effendy yang berjumpa dan menemukan Suku Mante di Hutan Oneng, Pintu Rimba, Rikib Gaib, di Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Menurut perkiraannya Suku Mante tersisa kurang lebih 50 orang dan tinggal di gunung, dan menyebar di alur-alur sungai dalam lembah disiang hari. Gua yang diduga ditinggali mereka adalah Gua Bete, Jambur Atang, Jambur Ketibung, Jambur Batu dan Jambur Situpang.
Asal muasalnya masih menjadi basis penelitian, karena suku Mante masih semarga dengan Suku Lanun, Senoi, Jakun, Sakai dan Semang yang ada di Aceh. Mante merupakan keturunan suku Melayu Proto. Keberadaannya yang mistrius menyebabkan suku ini dianggap hampir punah.
Menurut para saksi mata yang melihat langsung, Suku Mante bertubuh kerdil dengan kisaran tinggi badan setengah meter, rambut terurai panjang dan telanjang. Mereka berkulit cerah, tubuh berotot dan kasar serta wajah persegi dengan dahi sempit. Mereka bergerak dengan gesit karena terbiasa hidup nomaden sebagai bagian dari cara bertahan hidup (survival). Berinteraksi dengan bahasa khusus dan beraktifitas hidup normal. Termasuk dalam hal mengkonsumsi makanan. Namun yang aneh adalah sulitnya menemukan keberadaan mereka, sekalipun tempat-tempat yang dijadikan pilihan tempat tinggalnya dapat dideteksi.
Sebenarnya bukan karena mereka lihai dalam menyamar dan bersembunyi, termasuk menghilangkan jejak, karena pada dasarnya mereka suka memperhatikan keberadaan manusia, sehingga mereka bisa mendeteksi keberadaan manusia didekatnya, namun mereka memilih menghindar karena manusia biasa dianggap menganggu mereka. Dalam sedikit bukti pertemuan manusia dengan suku Mante, mereka sebenarnya suka menolong, seperti pernah dialami seorang pawang yang tersesat dan kemudian di tunjukkan jalan keluar, dengan menggunakan bahasa isyarat.