detik.com
Di Aceh, tradisi ngopi hampir sama dengan tradisi makan, atau bahkan minum obat. Rutinitas jadwalnya kurang lebih, pagi sebelum masuk kantor, siang saat jam istirahat kantor, sore sepulang dari kantor dan malam setelah sejenak istirahat di rumah dari urusan kantor yang tersisa. Ini mungkin sebabnya, Aceh di juluki Kota dengan 1000 kedai kopi.Â
Jika berkesempatan mengunjungi Aceh, hampir sepanjang jalan dipenuhi kedai-kedai kopi. Uniknya setiap kedai penuh dengan pengunjung, yang artinya masing-masing kedai punya pengunjung fanatiknya. Biasanya kedai kopi standar itu terdiri dari ukuran dua ruko, dengan deretan bangku sepenuh toko.
Selainnya adalah kue atau panganan tradisional Aceh, timphan (sejenis lepat berisi ketan  manis yang dipanggang), apam (sejenis serabi manis), kue jala (sejenis risol manis berisi srikaya) dan puluhan makanan lain yang bisa dipilih tergantung kesukaan. Penganan ini sesuatu yang tidak pernah dilewatkan bagi para tamu yang berkunjung ke Aceh.
Cerita Dari Warung Kopi
Warung kopi selalu punya cerita sendiri. Dulu dikala tsunami, kedai-kedai kopi menjadi tempat Rapat dan Report bagi pekerja NGO asing. Jika sebelumnya para perempuan jarang duduk diwarung kopi, kini menjadi pemandangan yang biasa. Ada perubahan secara social dari ruang ngopi itu. Tabu-tabu semakin hilang karena format kedai kopi tak lagi sederhana. Berubah menjadi i ruang-ruang minimalis, dengan dekorasi dan instalasi interior-eksterior yang instagramable. Sehingga menjadi sebuah alasan baru mengundang para perempuan masuk ke dalam ruang ngopi, yang ber-wifi lagi.
Tugas-tugas kuliah kini di kerjakan di ruang ngopi, menjadi semacam workplace besar, dengan ratusan orang bekerja bersama, sambil menikmati dengan cara berbeda.
Kompasianer-kompasianer dari Aceh juga seringkali bertemu di ruang-ruang ngopi itu, meski belum ada komunitas tersendiri yang mengumpulkan mereka namun kami ada di tempat dan atmosfer yang sama, kedai kopi. Jika seorang kompasianer menerapkan jadwal ngopi persis seperti layaknya minum obat, bisa saja kompasianer itu bakal dapat julukan baru, "Kompasianer Kedai Kopi".Â
Layaknya para jurnalis, menulis ditemani kopi menjadi pemandangan yang jamak di Aceh. Bagi saya jika berkesempatan menulis di kedai kopi justru merasa nyaman, karena lalu lalang orang tak pernah menganggu, malah menjadi bagian dari motivasi untuk terus menulis dan berkarya.
Umumnya para penikmat kopi selain menjadikan kedai kopi menjadi tempat kongkow, juga menjadi ruang pertemuan bisnis, berbisnis dan menjaja produk dan jasa secara online. Intinya, ngopi sambil kerja.