Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panti Jompo: Orangtua Bukan Barang Titipan

4 Desember 2021   09:37 Diperbarui: 4 Desember 2021   09:45 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kekinian, dalam perubahan yang sangat dramatis terhadap keluarga-keluarga nuclear kita, panti jompo adalah pilihan logis yang seringkali dijadikan alternatif para keluarga saat ini. Dengan alasan kekuatiran tentang perawatan, anggapan bahwa panti jompo akan lebih menjaga mereka, atau karena kesibukan yang luar biasa.

Rumah telah berganti menjadi "ruang singgah", kamar tidur telah diganti kamar hotel, ruang kabin pesawat, dalam perjalanan antar kota, antar negara, ruang pertemuan berganti lobby, ruang rapat kantoran, kafe. Rumah-rumah-jauh ditinggalkan, anak-anak- jauh terabaikan, orang tua- jauh terlupakan.

Meskipun kebutuhan kita terpenuhi secara ekonomi, kita juga dapat "membeli" semua fasilitas, termasuk memilih panti jompo paling elite, tetap saja sebenarnya itu bukan pilihan yang dikehendaki para orang tua kita, yang lebih mengharapkan sebuah perhatian.

Atau sesekali kita mencoba berpikir terbalik, bagaimana jika kelak anak-anak kita yang saat ini kita rawat, kita lindungi, kita jadikan orang hebat, kemudian membawa kita ke panti jompo karena, dengan segala usaha kita membanting tulang, ia berhasil menjadi seorang hebat, super sibuk. Apa yang kita rasakan. Apakah kita meyakininya sekedar sebagai bagian dari sebuah perubahan sosial, sebagai bagian dari konsekuensi jaman yang berubah, eksistensi yang berubah, peran yang tidak lagi sama. Seperti sering kita bilang kepada orang tua kita, bahwa jaman telah berubah Bu, Pak, semuanya tidak lagi sama seperti dulu.

Jika kita bisa merasakan sebuah kekuatiran, bisa jadi itulah yang sebenarnya dirasakan para orang tua kita. Seperti kita, mereka merasa, jika itu dianggap yang terbaik buat kita semua , mereka akan mengikut saja bagaimana waktu membawa mereka. Bahkan dalam masa tuanya,  para orang tua, diantara rasa berat terpisah dari anak-anaknya, masih berkorban untuk kita untuk terakhir kalinya.

Sebuah Quality Time Untuk Orang Tua

Saya beruntung, ibu memilih tinggal bersama kami. Dalam kesibukan yangluar biasa disekolah, bisnis, kami menyempatkan membangun sebuah "Quality Time". Jika tidak bepergian bersama-sama sekedar berjalan di kampus, menyusuri kota, makan di ruang terbuka yang sederhana, menghabiskan akhir minggu di pantai, kami menggunakan ruang halaman belakang, memasak bersama. Mengajak adik-adik, berkumpul dua minggu sekali, atau memintanya mengunjungi ibu di waktu-waktu luang mereka. Atau ketika mereka berkesempatan singgah di kota tempat kami tinggal, bagi yang berjauhan dan tinggal di lain kota. Sebuah kegembiraan, sebuah kebahagiaan yang luar biasa.

Biasanya kami meninggalkan rumah dengan kebutuhan sekedarnya, tapi penting. Terutama karena ibu suka memasak, sehingga beberapa kebutuhan bahan masakan favoritnya kami simpan, agar sewaktu-waktu ibu ingin menghabiskan waktu dengan hobbinya, beliau menemuakn semua kesenangannya. Apalagi di akhir pekan, menjadi sebuah "pesta kecil", meskipun sekedar menyiapkan makan siang atau makan malam bersama.

Dalam waktu-waktu dipenuhi kebersamaan, kami seringkali merasa, bagaimana jika mereka kelak tiada, siapkah kita menerimanya?. Maka kami syukuri setiap saat ketika masih bisa bersama mereka, melihat mereka tertawa bersama kita, bersama cucu-cucunya. Sebelum akhirnya semua terlambat, berhenti dan kita hanya bisa mengunjungi dan menatap pusaranya. Tinggalah doa-doa sebagai "penyambung hati".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun