Kopi dan tradisi menikmati kopi menjadikannya sebagai simbol sebuah masyarakat yang komunal. Namun karena perubahan cara, dan ruang ngopi-nya, kemudian membuatnya menjadi bahasan baru yang menarik dikaji ulang untuk 'meluruskan' keberadaannya.
Cara, dan ruang ngopi baru, menjadikan kopi menjadi sebuah ekosistem tersendiri, 'ekosistem kopi'. Ruang itu menalikan berbagai ikatan hubungan dari si biji kopi itu sendiri, hingga urusan sepele, tata cara menyeduh.
Dari yang modern seperti mesin espresso, manual brewing hingga seduhan kopi tubruk, atau kertoep ala dataran tinggi Gayo, berikut urusan sosial, ekonomi, politik para penikmatnya.
Bahkan trend ekosistem baru itu juga berarti sebuah kompleksitas baru, ketika kita menelanjangi kopi hingga urusan hulu-hilirnya. Kopi menjadi sebuah komoditas yang tak lagi sederhana. Kisah 'secangkir kopi', menjadi sebuah babak cerita baru tersendiri yang lain lagi.
Menilik terma ekosistem, meliputi sebuah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan interakasi timbal balik tak terpisahkan antara mahluk hidup dan lingkungannya. Sebuah tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Mungkin ekosistem kopi secara sederhana dapat saja dipahami sebagai sebuah dinamika dan hubungan antar komponen.
Mulai dari kopi, kedai kopi, penikmat kopi hingga cara menikmati produk jadi itu, menjadi 'ruang baru' dan 'cara baru' yang ber-simbiosis mutualis-saling berhubungan, saling menguntungkan.
Sisi yang jauh dari bahasan tehnis soal cara memilih biji bermutu, cara tanam, kontur ketinggian ideal menanam kopi, rantai produksi dan jejaring marketing, hingga tersaji di meja kafe atau kedai kopi.
Begitupun, sisi lain ekosistem kopi juga bersentuhan dengan dunia sejatinya kopi, maka ketika bicara kopi, sebenarnya bicara kompleksitas komoditi. Sebuah sekuel pembicaraan lebih dari sekedar urusan menikmati kopi. Itu artinya bicara soal hulu hilirnya, carut marut mengelola industri kopi, hingga persoalan nasib petani kopi yang hingga saat ini, masih berbanding terbalik dengan nasib si biji kopi yang makin naik kelas atau para penikmat kopi yang makin dimanjakan dengan berbagai varian kopi  speciality dengan ruang ngopinya yang kelasnya makin premium.
Maka ketika bicara satu soal, coffee-based agroforestry; sistem agroforestry berbasis kopi misalnya, kita bicara sebuah kompleksitas. Menyangkut soal keberlangsungan struktur dan proses ekologi didalamnya, minimal interaksi antar struktur ekosistem yang memungkinkan terjadinya berbagai proses ekologis, seperti produksi biomassa, siklus nutrisi, perlindungan dan habitat satwa liar yang menunjang keberlangsungan hidup kopi seperti luwak. Termasuk pengelolaan tata guna lahan dan strategi pengeloaan lingkungan untuk mempertahankan 'layanan' jasa penyediaan sumber pangan (pohon peneduh kopi), jasa pengaturan, jasa pendukung dan jasa kultural ekosistem agroforestry tersebut. Termasuk menerapkan pilihan strateginya dengan mengintegrasikan beberapa tema manajemen ekosistem (manajemen adaptif, kerjasama antar lembaga dan keterlibatan masyarakat) dengan mempertimbangkan kondisi (tekanan dan status), potensi, daya dukung kawasan serta respons dari stakeholder.
Ketika bicara nilai ekonomis komoditas, kita memasuki ruang baru produksi, hingga marketing mix (bauran pemasaran) yang menggabungkan berbagai komponen manajemen pemasaran, kualitas komoditi, distribusi, daya saing, marketing, segmentasi pasar dan pernak-pernik lainnya. Sehingga memahami ekosistem kopi bisa sederhana, namun juga bisa memusingkan kepala, tergantung sudut pandang dan cakupannya.
Sisi lain Ekosistem kopi