Sekalipun ketika berhadapan dengan realitas, bagaimana kemudian dayah bersikap dalam mengkritisi berbagai persoalan keumatan, mereka akan merujuk pada dalil, serahkan saja pencarian solusi keumatan lain pada ahlinya, sementara dayah memiliki wilayah atau teritori sendiri dalam mempertahankan wilayah keilmuannya.
Alasan tersebut juga logis, dalam konteks kekuatiran mereka pada hilangnya atau terkontaminasinya daras tradisi dayah dari gerusan zaman, ketika dibenturkan dengan ilmu yang cenderung 'keduniawian' dalam perspektif masyarakat secara umum. Atas dasar kekuatiran tersebut maka sebagian dayah tradisional tetap bertahan dengan akar tradisi ke-salafiannya.
Namun bagaimana dayah kemudian dapat menemukan jalan keluar sebagai sebuah institusi pendidikan, sekaligus institusi keagamaan, ketika dihadapkan dengan kompleksitas persoalan keumatan yang semakin berubah?. Apakah kemudian peran dayah hanya berkutat pada pemahaman ilmu-ilmu yang berorientasi pada pemahaman dan penguasaan kitab-kitab yang fokus pada pemahaman soal fiqih, namun sedikit menyentuh persoalan keumatan lain seperti muamalah dan syiasah?.Â
Bagaimana pula upaya dayah mempertahankan nilai-nilai tradisi dan berperan serta menawarkan solusi problematika perubahan sosial, ekonomi, politik yang kian kencang?. Bagaimana peran dayah menerjemahkan ayat-ayat Al Qur'an menjadi aturan normatif yang kemudian dapat diaplikasikan dalam bentuk aturan-aturan yang dapat menjembatani penyelesaian persoalan-persoalan riel sehari-hari?.
Tentu akan timbul polemik ketika pertanyaan itu langsung digugat dan ditujukan kepada kalangan dayah yang notabene hingga hari masih terdiri dari dua kelompok yang berbeda karakteristik. Tidak dalam konteks melihat salah benar, di satu sisi terdapat dayah salafi, dengan muatan tradisi yang mempertahankan sistem pengajaran tradisional yang merujuk pada penguasaan kitab-kitab lama, seperti Masailal Muhtadi, berikutnya Bidayah, Miftahul Jannah, Sirath Sabilal Muhtadin, Kitab Delapan maupun Majmu'.
Disisi lain terdapat dayah yang telah memasukkan sistem pembelajaran, kurikulum, bahan pengajaran dan pembelajaran yang dimaksudkan memperbaharui sistem manajemen dan memperluas wawasan dengan memasukkan pengajaran ilmu-ilmu sains didalamnya.
Secara ilmu, pemahaman tentang ilmu agama dan umum dalam perspektif agama adalah sebuah kesatuan yang saling mendukung, tidak parsial dan bukan pula bagian dari dikotomi ilmu antara agama dan umum.
Karena sains, muamalah adalah bagian dari penjabaran ayat-ayat Qauliyah (yang tertulis) dan Kauniyah (berwujud fenomena), dalam konteks semacam penafsiran atas ayat-ayat Allah agar dapat lebih dipahami manfaatnya dalam meringankan, mensejahterakan dan makin mendekatkan manusia dengan Sang Khalik.
Pemahaman tentang atom, unsur-unsur kimia, anatomi tubuh manusia, kompleksitas susunan galaksi, menjadi bentuk komunikasi dan interaksi manusia dengan fenomena alam yang merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang berserak di jagat raya.
Dayah dan Sains
Di luar konteks pro kontra, sebaharu apapun masuknya tehnologi baru tetap memunculkan beda persepsi. Disatu sisi kehadiran kitab kuning dalam aplikasi android mengenalkan pada publik lebih luas. Namun seperti halnya format Al Qur'an yang kini juga sudah jamak dalam aplikasi android, sedikit banyak mengurangi interaksi antara umat dengan format asli  Al- Qur'an.