Pada situasi tertentu, kita mendapati sebagian putra/putri kiyai malas belajar atau merasa cukup belajar di tempatnya sendiri dengan penuh kemanjaan dan fasilitas yang ada, dengan asumsi dan maindset, jika istilah ilmu titisan itu ada.
Mereka berasumsi jika orang tuanya alim atau bahkan wali sekalipun, maka anaknya akan menjadi alim atau menjadi wali.
Mereka berasumsi, jika ilmu dan kemuliaan yang sudah digapai oleh ayahnya itu akan menitis dan menurun pada anak-anaknya (mereka).
Mereka terbuai dengan lingkungan dan penghormatan orang di sekitarnya.
Padahal jika mereka mau mengkaji sejarah, nabi Nuhpun -'alaihisaalam- anaknya kafir, nabi Adampun anaknya ada yang tidak sejalan denganNya.
Jadi istilah ilmu titisan atau warisan itu tidaklah ada. Apa yang telah dicapai oleh orang tua, tidak menjamin bisa dicapai pula oleh anak-anaknya.
Karena:
العلم بالكسب لا بالنسب.
Ilmu itu digapai dengan jerih payah, bukan digapai melalui garis keturunan.
Berbalik dengan perspektif "barokah".
Barokah itu bisa menitis dan terus mengalir pada anak-anak kita, jika Alloh kehendaki.