Beberapa hari ini dunia pendidikan dihebohkan oleh sebuah Lembar Kerja Siswa (LKS) mata pelajaran Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta untuk kelas 2 Sekolah Dasar yang memuat cerita “Bang Maman dari Kali Pasir”. Mata Pelajaran tersebut merupakan muatan lokal untuk siswa sekolah dasar di DKI Jakarta.Semua orang tua sepakat bahwa cerita tersebut tidak mendidik karena memuat kata-kata “istri simpanan” dalam jalan ceritanya.Mereka berpendapat bahwa tidak pantas anak didik kelas 2 Sekolah Dasar diperkenalkan dengan istilah “istri simpanan”.Penulis pun sepakat akan hal ini.
Cerita tersebut tenyata juga mempunyai beberapa versi sesuai dengan penerbitnya, setidaknya ada dua versi. Yaitu versi Penerbit CV. MK dan Erlangga.
http://www.merdeka.com/jakarta/versi-penerbit-erlangga-bang-maman-tanpa-istri-simpanan.html
Banyak yang bependapat bahwa sebaiknya buku pelajaran menampilkan cerita-cerita rakyat yang sudah ada yang mana telah disepakati secara umum sebagai suatu cerita yang sarat dengan pesan moral yang mana bagus untuk pendidikan anak-anak.
Betulkah demikian? Mari kita pikir ulang bersama-sama. Di bawah ini penulis hadirkan sebagian dari cerita-cerita rakyat itu.
a.Asal Mula Danau Toba
Secara singkat cerita ini berkisah bahwa Danau Toba terbentuk karena hujan yang sangat deras dan mata air yang memancar deras terus menerus dari bekas telapak kaki.
Demikian cuplikan kisahnya:
“Maka , langit pun mulai gelap , petir pun menyambar nyambar, Hujan badai pun mulai turun dengan derasnya, sang anak dan ibu raib, dari bekas telapak kaki mereka muncul mata air yang mengeluarkan air sederas derasnya, hingga daerah tersebut terbentuk sebuah Danau, yang Diberi nama Danau TUBA yang berarti danau tak tau belas kasih ,tetapi karena orang batak susah mengatakan TUBA, maka danau tersebut terbiasa disebut dengan DANAU TOBA..”
Apa yang perlu kita kritisi di sini?
Pertama : Bahwa Danau Toba terbentuk karena hujan deras dan mata air dari bekas telapak kaki yang mengeluarkan air deras.Bukankah ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang mengulas tentang terjadinya Danau Toba.?
Kedua : Penamaan Danau Toba yang mana semula bernama Danau Tuba, tapi karena orang Batak susah mengucapkan Tuba maka diganti menjadi Danau Toba. Mengenai penamaan ini terus terang penulis belum tahu mengapa diberi nama Danau Toba.Namun bagaimana mungkin orang Batak memberikan nama sebuah tempat dengan nama yang susah diucapkan oleh orang Batak sendiri?
b.Asal Mula Gunung Tangkuban Perahu
Diceritakan bahwa Gunung Tangkuban Perahu berasal dari perahu yang terbalik akibat tendangan Sangkuriang.
Bagaimana mungkin dapat terbentuk sebuah gunung dari sebuah perahu?
c.Cindelaras
Berikut cuplikan ceritanya:
“Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. “Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?” Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…,” ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. “Benarkah itu?” Tanya baginda keheranan. “Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda.””
Anak-anak diperkenalkan dengan sabung ayam yang merupakan kegiatan perjudian yang dilarang oleh negara.Ironisnya sabung ayam tersebutlah yang mengantarkan Cindelaras memperoleh haknya kembali.
d.Jaka Tarub
Diceritakan bahwa beberapa bidadari turun ke bumi untuk mandi, kemudian Jaka Tarub mengintipnya.Nah lo.
e.Semangka Emas
Bercerita tentang kaka beradik yang berlainan watak.
Berikut beberapa kutipan ceritanya:
“Pada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang saja. Ia tidak perduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeda tingkah lakunya. Ia tidak rakus dengan uang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.”
“Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit-cicit kesakitan “Kasihan,” kata Dermawan. “Sayapmu patah, ya?” lanjut Dermawan seolah-olah ia berbicara dengan burung pipit itu. Ditangkapnya burung tersebut, lalau diperiksanya sayapnya. Benar saja, sayap burung itu patah. “Biar kucoba mengobatimu,” katanya. Setelah diobatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan.”
“Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan. Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun demikian, senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang rumahnya.”
“Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya. Tentulah ia akan kenyang makan buah semangka dan selebihnya akan ia sedekahkan. Tetapi aneh, meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu. Ukuran semangka ini luar biasa besarnya, jauh lebih dari semangka umumnya. Sedap kelihatannya dan harum pula baunya. Setelah masak, Dermawan memetik buah semangka itu. Amboi, bukan main beratnya. Ia terengah-engah mengangkatnya dengan kedua belah tangannya.”
“Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau. Ia membelah semangka itu. Setelah semangka terbelah, betapa kagetnya Dermawan. Isi semangka itu berupa pasir kuning yang bertumpuk di atas meja. Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh, nyatalah bahwa pasir itu adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari karena girangnya. Ia mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. “Terima kasih! Terima kasih!” seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.”
Logika berpikir tidak ditanamkan dalam cerita di atas, bagaimana mungkin sebuah semangka berisi butiran emas.
Dikhawatirkan juga bahwa anak-anak kita suka menolong karena mengharapkan sesuatu yang berbentuk materi.
Di atas adalah hanya sebagian contoh dari cerita-cerita rakyat yang perlu kita kritisi jalan ceritanya untuk kita sajikan kepada anak-anak kita.
Pemikiran ini baru terlintas saat ini, setelah dewasa. Ketika kanak-kanak, penulis asik-asik aja sih membacanya.
Kadang-kadang yang ditangkap oleh anak-anak dari sebuah cerita berbeda dengan yang ditangkap oleh orang dewasa.
Penanaman moral dan pembentukan logika berpikir memang sangat cepat ditangkap oleh anak-anak jika penyampaiannya disajikan dalam bentuk cerita.Namun jangan sampai jalan cerita tersebut menjadi bumerang dan kontra produktif.Namun demikian gurulah yang menjadi ujung tombaknya, gurulah yang akan mengarahkan anak-anak didik untuk memahami pesan moral dalam cerita dan menerapkan dalam kehidupan anak-anak didik sekarang maupun nanti setelah dewasa.
Akhir kata, keberhasilan pendidikan adalah tanggung jawab kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H