"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang yang mungkar dan beriman kepada Allah, dan kalau sekiranya ahlul kitab beriman, tentulah hal itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada orang2 yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang2 fasik)" Surat Ali-imran: 110.
sesuatu hal dengan label terbaik tentu akan menjadi rujukan, apakah mungkin seseorang layak menjadi pemimpin tanpa memiliki kemampuan terbaik dibidangnya?
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka,” (Ar Raad : 11)
ayat ini juga merupakan penegasan dari Allah, bahwa Allah tidak akan memberikan tiket gratis atau kemudahan hanya karena menjadi muslim maka dirinya layak menjadi pemimpin. Ummat muslim harus berusaha keras sekuat tenaga kalau mau berubah menjadi lebih baik. Hanya karena merupakan mayoritas lantas layak menjadi pemimpin.
Tugas seorang muslim memang secara lahiriah lebih berat (saya tulis secara lahiriah karena hal ini tergantung perspektif) misalnya kalau di indonesia selain harus membayar zakat, kita juga mesti membayar pajak. dua-duanya sangat penting untuk dilakukan, ada contoh dari sirrah nabawiyahnya
fokus seorang muslim juga harus berimbang antara pencapaian dunia dan akhirat. karena banyak amalan seperti dianjurkannya sedekah dan kewajiban menunaikan zakat memerlukan kesuksesan pencapaian dunia.
jangan sampai kita khusu' mementingkan urusan akhirat seperti belajar agama, mempelajari Al-quran dan hadits namun ketika kita berhadapan dengan kepentingan dunia yang memerlukan keahlian mekanis, matematis, kimia, ekonomi, dll. kita malah seperti mahluk yang lumpuh alias tidak bisa berbuat apa-apa yang nanti ujung-ujungnya kita marah-marah menyalahkan dominasi bangsa asing yang pada kenyataannya memiliki memiliki keunggulan keahlian dalam berbagai hal.
saya kutip dari artikel di the Jakarta Post:
As evidenced by historical facts, zakat (alms) is supposed to have an effect on the transformation of mustahiq (the recipient) to muzakki (the giver). Zakat is capable of eliminating poverty, as happened during the reigns of Umar bin AlKhattab and Umar bin Abdul Aziz, when it was hard to find an eligible recipient of zakat.
Redistribution of assets in a fair manner by restructuring organization, cutting out bureaucracy, simplifying the administration system, saving the state budget and, at the same time, socializing business and entrepreneurial spirit in the community, affects productivity.
By these means, Umar enlarged the sources of national income through zakat, tax and jizya. The zero poverty rate at that time was caused by the absence of mustahiq, not by the amount of zakat exceeding the number of mustahiq.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!