Membaca tulisan-tulisan tentang para pejuang yang dirampas haknya sungguh sangat memilukan hati. Dimulai dari kisah memilukan seorang pemimpin besar revolusi, Bung Karno. Yang mana ia dikebiri oleh anak bangsa yang haus kekuasaan. Di saat hari-hari senjanya Bung Karno dijadikan seorang tahanan politik oleh pemimpin orde baru, Suharto. Bung Karno dituduh terlibat dalam peristiwa G30 S/PKI. Padahal tidak ada bukti yang bisa ditujukan pada Bung Karno akan hal itu. Dan logikanya pun, apakah mungkin seorang Bung Karno ingin melakukan kudeta terhadap rezimnya sendiri? itu sangat absurd. Namun, Suharto yang dengan kekuasaan di tangannya itu membuat Bung Karno tidak berdaya dan menjadikannya seorang tahanan politik tanpa melalui proses pengadilan terlebih dahulu dan tanpa tuntutan hukum yang tidak jelas pula.
Apakah pantas seorang bapak bangsa diperlakukan seperti itu oleh anak bangsanya sendiri? Yaaa, apabila seseorang sudah haus dengan kekuasaan dan jabatan ia akan ditutup mata hati dan nuraninya untuk memperoleh nafsunya tersebut. Bung Karno diisolir di wisma yaso sampai akhir hayatnya, ia dikucilkan, dan dikurung bagaikan burung di dalam sangkar yang tidak bisa kemana-mana. Orang-orang tidak boleh menemuinya, bahkan keluarganya pun sendiri harus mendapatkan izin yang sangat sulit sekali untuk menemuinya.
Bung Karno adalah seorang bapak bangsa yang memperjuangkan seluruh hidupnya untuk bangsa ini. Dari awal masa penjajahan, ia habis-habisan menentang para penjajah. Ia menyuarakan suara rakyat Indonesia, ia mengalami penahanan belasan tahun di zaman Belanda. Sampai ia bisa memerdekakan bangsa ini. Dan di masa ia menjadi Presiden Republik Indonesia, ia membuat bangsa ini menjadi satu bangsa yang dihormati dan disegani di mata dunia. Ia mengangkat harkat martabat bangsa ini. Semua bangsa di dunia segan pada kepemimpinan Bung Karno dalam memimpin bangsa Indonesia.
Namun, apa daya takdir buruk memang menghampirinya. Di masa senjanya ia harus diperlakukan sangat buruk oleh rezim orde baru. Dan yang menjadi sangat miris adalah kenapa seorang bapak bangsa harus diperlakukan seperti itu oleh anak bangsanya sendiri?
Selain Bung Karno, di masa reformasi dimana masa akan runtuhnya rezim orde baru banyak juga menghabiskan korban-korban yang entah bagaimana pertanggung jawabannya. Di saat para aktivis-aktivis reformasi menyuarakan suara rakyat akan kekejaman dan pemerintahan yang otoriter yang dilakukan oleh rezim orde baru, mereka disiksa bahkan sampai dibunuh.
Saat mereka menyuarakan suara rakyat, para aktivis diteror dan dilawan oleh moncong-moncong senjata yang berdiri gagah menindas mereka. Nasionalisme dizaman orde baru sudah seperti nasionalismenya Nazi. Penuh dengan tirani!
Ada seorang aktivis yang juga seorang penyair selalu lantang menyuarakan suara rakyat yang tertindas. Ia adalah Wiji Thukul. Sampai sekarang ia hilang tak tertemukan, entah ia masih hidup ataukah ia sudah mati. Sampai sekarang kasus hilangnya Wiji Thukul dan para aktivis ’98 yang hilang masih belum jelas jawabannya. Bahkan terakhir, kematian Munir pun masih menjadi teka-teki tak terjawabkan.
Dimanakah keadilan? Kasus-kasus yang merampas hak kemanusiaan ini harus diungkap dan ditemukan jawabannya. Janganlah terus kasus-kasus ini ditunda-tunda sampai dilupakan. Yang bersalah harus di adili seadil-adilnya. Dari Bung Karno, Wiji Thukul, Munir, dan para pejuang yang lainnya adalah orang-orang yang peduli pada bangsa ini. Tapi sejauh mana bangsa ini peduli pada mereka? Mereka layak dihormati sebagai pejuang bangsa ini. Mereka adalah orang-orang yang tulus dan ikhlas berbakti kepada bangsa dan negara ini.
Sebagai generasi muda, kita harus selalu mengingat bagaimana perjuangan mereka. Walaupun mereka diperlakukan dengan semena-mena. Namun semangat juang mereka tak pernah gentar oleh apapun walaupun dengan penindasan bahkan kematian sekalipun.
“Tugasku mudah karena melawan penjajah, namun tugasmu sulit karena melawan bangsamu sendiri.” –Sukarno-
“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: Lawan!” –Wiji Thukul-
“Satu orang baik mati di tanah air yang penuh luka sama dengan hilang sejuta benih harapan.” –Munir-
(Yudi Firmansyah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H