Mohon tunggu...
Eko Prabowo
Eko Prabowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

http://wustuk.com\r\n\r\nhttps://soundcloud.com/rakjat-ketjil-music

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Selamat Datang Era Indie Writer dan Self-Publishing!

26 September 2015   05:42 Diperbarui: 26 September 2015   05:46 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam satu tahun terakhir, saya menerbitkan dua buku dan sedang menulis satu buku baru. Kalau berhasil menerbitkannya November 2015 yang akan datang, berarti saya sudah menerbitkan 3 buku dalam setahun. Sama sekali tidak jelek, untuk ukuran penulis indie macam saya, hahaha...

Sejujurnya, saya memang sangat tertarik dengan dunia self-publishing. Bukan apa-apa, belakangan saya sering pulang dari toko buku dengan tangan hampa. Tidak bawa buku. Kenapa? Ya, karena saya tidak menemukan buku yang menarik. Terlebih buku tentang musik lokal. Nol besar!

Semata karena saya sangat mencintai musik, terutama grunge lokal, bersama beberapa teman kemudian saya menceburkan diri di dunia penulis indie dan self-publishing. Sederhananya, saya dan teman-teman nekat menerbitkan buku yang ingin kami baca.

Setelah buku ketiga, barulah saya mulai memahami self-publishing secara lumayan menyeluruh. Menerbitkan buku, jauh sekali dari bayangan saya semula, ternyata bukan semata menulis naskah. Banyak sekali pekerjaan di luar itu yang sangat dibutuhkan. Berikut ini adalah semua pekerjaan pendukung yang rasanya mustahil tidak dikerjakan sama baiknya dengan penulisan naskah, jika kita ingin menerbitkan buku yang baik, menggunakan pendekatan self-publishing:

  1. Mendesain buku
    • Banyak orang mengira buku hanyalah soal kata-kata indah. Salah! Buku, apalagi yang ditujukan untuk menyampaikan sebuah nuansa tertentu, harus didesain secara khusus. Jenis font, aksen di setiap halaman, dan aspek-aspek desain lainnya sangat penting untuk memberikan nuansa yang diinginkan pada pembaca. Jangan keliru memahami desain buku dan sampul. Itu dua hal yang sama sekali berbeda dan memang dikerjakan oleh seniman yang berbeda.
  2. Membuat ilustrasi sampul
    • Tentu saja orang membeli buku karena sampulnya. Sebaik apa pun isi buku, kalau sampulnya, payah, selesai! Saya sendiri memilih ilustrasi sebagai sampul dua buku pertama, karena memang ingin menonjolkan nuansa seni dalam #BukuGrungeLokal dan #DuaSenjaPohonTua. Di buku ketiga yang sedang saya tulis, #RockMemberontak, ilustrasi saya letakkan di dalam sebagai bagian penguat naskah. Sampulnya menggunakan foto, karena memang saya ingin menonjolkan sosok Che (Cupumanik/Konspirasi) dan Robi (Navicula/Duo Ganjil) yang jadi nara sumber utama buku tersebut.
  3. Memilih foto
    • Kebetulan ketiga buku yang saya tulis bicara soal musik lokal. Dalam musik, utamanya kalau kita membahas pertunjukan, foto-foto jelas jadi menu andalan. Beruntung, saya punya banyak teman fotografer yang piawai menangkap momen bagus dan berbagai pertunjukan musik.
  4. Membuat video promo/dokumenter
    • Ini eranya video. Eranya YouTube. Maka, ikutilah trend-nya. Saya menyiapkan waktu, sumber daya, dan dana khusus untuk membuat video promo/dokumenter buku-buku saya. Untuk apa? Demi menjamin kredibilitas isi buku. Buku yang punya video promo/dokumenter layak akan dinilai sebagai buku yang baik, karena dipastikan pembuatannya tidak asal-asalan. Kamu boleh tidak cocok dengan isi bukunya, namun kamu tidak bisa mengatakan buku itu dibuat dengan kualitas jelek
    • Video promo/dokumenter #BukuGrungeLokal: https://youtu.be/qYOd_CfdQEE?t=2
    • Video promo/dokumenter #DuaSenjaPohonTua: https://youtu.be/RBGiCA53VT4?t=5
    • Video promo/dokumenter #RockMemberontak: https://youtu.be/uldBWJ5LhlM?t=3
  5. Menjalankan kampanye/promosi di social media
    • Kecuali kamu J.K. Rowling, rasanya kamu harus mati-matian mengampanyekan bukumu di social media. Selain karena semua orang pakai social media, kanal ini gratis.
  6. Menggalang dana publik untuk biaya produksi maupun cetak
    • Saya suka sekali dengan crowdfunding platform. Melalui kanal tersebut, saya bisa menggalang dana publik untuk membiayai ongkos produksi (desain, ilustrasi, foto, video, peluncuran buku, dan lain sebagainya) atau mencarai dana untuk mencetak buku. Saat ini, buku #RockMemberontak juga sedang menggalang dana publik melalui Wujudkan.com. Kamu bisa ikut donasi untuk bantu saya wujudkan buku tersebut di sini: https://wujudkan.com/project/buku-rock-memberontak2/view
  7. Membuat kerja sama resmi dengan penerbit
    • Kebetulan saya punya teman yang mendirikan penerbitan kecil. Dia fokus menerbitkan buku-buku yang "tidak ada di toko buku biasa". Jadilah saya merapatkan diri ke penerbitannya
  8. Membuat kerja sama resmi dengan toko buku mainstream
    • Ini masalah besar. Toko buku tetaplah tempat utama bagi sebagian besar orang membeli buku. Penerbit kecil seperti punya teman saya itu punya kesempatan untuk menjual buku terbitannya di toko buku mainstream. Caranya, buat kerja sama dengan agen resmi buku yang diakui oleh toko buku tersebut. Memang ada potongan pendapatan yang cukup besar, namun itu semua worth it untuk dicoba.
  9. Membuat kerja sama resmi dengan toko buku digital
    • Saya punya pengalaman jualan satu judul buku dan 3 edisi majalah komunitas di dua platform buku digital terbesar di Indonesia. Kesimpulan saya? Orang Indonesia sangat sedikit yang mau beli buku digital. Meskipun demikian, tidak ada salahnya tetap menghadirkan buku kita di toko buku digital. Demi eksistensi, hihihi...
  10. Menyelenggarakan pesta peluncuran buku
    • Ini penting dan sangat menyenangkan! Harus diselenggarakan!
  11. Jualan buku di social media
    • Ini tidak bisa dihindari dan memang terbukti lumayan menghasilkan. Kalau bukumu dicetak dalam bilangan beberapa ratus kopi saja, saya berani taruhan bahwa penjualan di social media akan menghasilkan lebih dari 50% dari total penjualan bukumu.

Masih tertarik menjadi penulis indie dan menceburkan diri di dunia self-publishing? Yuk, kita bersama memberi warna baru (yang lebih keren) di industri buku negeri yang sudah lumayan buram dan tidak inspiratif seperti sekarang ini. Sikat, Jon!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun