Dalam benak Dialog Dini Hari, ketika mereka menggubah “Pelangi”, barangkali tidak pernah ada yang namanya perang. Tidak ada kebencian. Juga tak ada iri dengki. Manusia, dalam ruang pikir mereka, adalah makhluk damai pecinta keindahan.
Maka jadilah 3,5 menit untaian nada dalam “Pelangi” penuh berisi cinta. Suara merdu puja-puji bagi tanah basah, gerimis, kupu-kupu, gunung, semilir angin, dan air yang jernih mengalir.
Beningnya petikan gitar menyeret angan ke padang rumput Oro-oro Ombo di Semeru, sedikit saja di atas danau abadi Ranu Kumbolo. Suaranya bersusulan seperti angin gunung yang berhembus lembut, membelai ujung-ujung rumput cokelat yang sarat cerita cinta.
Dan ketika semua instrumen merdu berpadu, menyokong lirik ajaib yang disuarakan parau kerongkongan lelaki misterius bernama Dankie, jiwa mengangkasa. Rasanya seperti berdiri di puncak Rinjani, menyentuh awan basah dan menjilati matahari.
Demikian dekat dengan langit. Demikian jelas memahami betapa kita semua, manusia, sungguh tiada punya kuasa apa-apa.
“Hey, Pelangi... Warna-warni... Hey, Pelangi... Gairah surga di hati...”
Dalam singkatnya keindahan suara, “Pelangi” mengingatkan kita semua betapa sesungguhnya musik, ketika kali pertama diciptakan, memang ditujukan untuk menyentuh jiwa...
Single terbaru Dialog Dini Hari yang berjudul "Pelangi" dapat di-download dengan sistem donasi disini: http://dialogdinihari.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H