Tsukasa Oshima, dalam komik sepak bola legendarisnya yang berjudul “Shoot!” menciptakan seorang tokoh legenda sepak bola SMA di Jepang bernama Kubo Yoshiharu. Pecinta sepak bola sejati, kapten tim yang sangat bersemangat, dan tentu saja pemain bola yang luar biasa berbakat. Setiap kali merekrut pemain baru untuk timnya, SMA Kakegawa, yang kebetulan seragam kebesarannya berwana merah putih, dia hanya menanyakan satu hal saja: “Apakah kamu suka sepak bola?”
Riwayat Kubo akhirnya tamat ditangan kanker darah. Dia mati bahkan sebelum sempat menyentuh usia 20 tahun. Namun legenda kecintaannya pada sepak bola diteruskan ke generasi berikutnya. Kepada gelandang serang yang akhirnya bermain untuk Juventus, Atsushi Kamiya sang penguasa killer pass. Kepada striker Toshihiko Tanaka yang akhirnya menguasai teknik phantom dribble dan bermain untuk Real Madrid. Kepada Kazuhiro Hiramatsu si raja triple back-heel shoot yang akhirnya menjadi winger untuk Arsenal. Kepada semua pemain bola usia muda Jepang lainnya. Kepada sepak bola itu sendiri.
Jika ada sekelompok orang begitu teguh pada semangat, minat, dan upaya untuk mewujudkan sebuah mimpi, layaknya Kubo Yoshiharu, itu adalah PJId. Sembilan tahun mewujud dalam bentuk milis, 5 tahun mengkristal dalam bentuk komunitas yang boleh dikata militan, tanpa setitik pun tanda-tanda terwujudnya mimpi bersama itu, tak sedikitpun menyurutkan langkah. Mereka tetap ceria, bahagia, dan tentu saja gila, setiap kali berkumpul dan menyanyikan lagu-lagu Pearl Jam.
Sungguh saya beruntung ketika pertama kali Agan Egha, rekan kantor saya, memberitahukan keberadaan milis PJId kepada saya. Meskipun, sejujurnya saya juga kecewa berat, karena dia memberitahukan info itu sehari setelah Pearl Jam Nite 1 dilangsungkan di Kemang! Damn!
Semangat memberi, jika tidak boleh disebut semangat meracuni, sangat kental disini.
Ketika pertama kali posting ke milis, seperti layaknya orang Indonesia, yang pertama saya lakukan adalah meminta, bukan memberi. Dengan pede-nya saya menanyakan soal video Pearl Jam MTV Unplugged.
Wooossshhhh!!! Sekonyong-konyong paket berisi rekaman video itu dan beberapa materi audio lainnya mendarat di meja kantor saya. Dikirim oleh Hilman, yang saat itu masih saya panggil Ilham, dan ternyata adalah rekan kantor saya juga yang dinasnya di wilayah Surabaya.
Sungguh, itulah yang menyentuh perasaan dan menampar kesadaran saya akan sebuah kenyataan manis. Tidak peduli betapa norak dan brengseknya kamu, di PJId kamu pasti diterima dengan tangan terbuka. Syaratnya hanya satu: kamu suka Pearl Jam!
Namun, setelah sekian lama malang melintang di komunitas gila ini, satu hal yang membuat saya terpesona hingga detik ini: setiap kali ada kumpul bocah off-line, selalu ada wajah baru! Selalu ada lost dogs, mengutip istilah yang dipopulerkan oleh Irsya, yang menemukan rumahnya.
Dan semalam, dalam perayaan ultah milis PJId ke-9 di Teras Cafe di bilangan Pasar Minggu, tidak kurang dari 10 lost dogs baru yang hadir, dari total 60an audiens yang datang. Sayang seribu sayang, saya memang tidak berbakat jadi humas sehingga hanya mampu mengingat wajah mereka namun gagal merekam satu pun nama gerombolan anjing hilang tersebut! My bad...
Saya berani menyebut mereka lost dogs karena dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan betapa mereka bernyanyi sekuat tenaga di 35 nomor Pearl Jam yang dibawakan malam itu (dua diantaranya bahkan nekat jadi vokalis utama di Black dan Low Light), dan betapa wajah mereka menunjukkan kebahagiaan luar biasa saat menyanyikan lagu-lagu tersebut. Bagi saya, tidak ada kesenangan yang melebihi perasaan seperti itu. Melihat lost dogs menemukan rumahnya kembali. Mendapatkan sahabat baru dari sebuah hal sepele bernama Pearl Jam.