Soleh Solihun, betapapun konyol dan kurang ajarnya dia punya celoteh, sesungguhnya mengungkapkan kebenaran.
Tidak ada orang yang peduli ketika grunge pertama kali lahir dari kota tukang kayu, Seattle. Tidak juga ada yang mau tahu ketika akhirnya grunge mati dan membusuk seiring kematian Kurt Cobain. Lalu kenapa kita, belakangan ini, demikian sibuk mengatakan bahwa grunge terlahir kembali?
Still stand and still strong!
Siapa kiranya yang hendak kita yakinkan? Apakah bukan diri kita sendiri, para pecinta grunge yang tidak percaya diri?
Jangan tanya definisi grunge pada saya. Sejujurnya, saya tidak mengerti.
Saya mencintai Pearl Jam. Sangat menikmati Alice in Chains. Memahami Nirvana dengan cukup baik. Dan sama sekali tidak keberatan dengan Soundgarden.
Bagi saya, di kotak manapun keempat dedengkot musik itu diletakkan, tidak menjadi masalah. Di tingkat manapun ketenaran mereka saat ini, bukanlah hal yang patut saya risaukan.
Kesenangan saya mendengarkan karya-karya mereka tidak berkurang hanya karena jatah penayangan mereka di tivi dan radio sudah nyaris punah. Kebanggaan saya sebagai penggemar tidak luntur lantaran wajah mereka tak lagi muncul di koran maupun majalah.
Mainkan grunge dari hati, dan saya akan melahapnya!
Bagi saya, pertunjukan di The Rock semalam meraih pencapaian tertingginya ketika Andy /Rif menyuarakan Rooster bersama Alien Sick, yang kali ini diperkuat Nito. Energi performer yang tulus mengalir mulus dan deras ke audiens. Ditangkap, dicerna, dan dikembalikan dengan tak kalah bertenaga.
Menyenangkan? Pasti! Memuaskan? Saya rasa tulang rongsokan saya masih mampu menanggung lima sampai sepuluh lagu, dengan energi pada level seperti itu, lagi.