[caption id="attachment_105385" align="aligncenter" width="300" caption="Sampul album Bittertone"][/caption] “Sudah tertutupkah hatimu? Walau kuyakin bisa membahagiakanmu Oh, dengan sepenuh jiwa dan ragaku...” Demikianlah petikan lirik dari Cerita Hidup, salah satu nomor dalam EP milik Bittertone yang akan segera diluncurkan. Sebuah lagu yang chorus-nya melempar saya ke masa lalu, kepada kenangan akan Plastik, juaranya suara Seattle yang seratus persen asli Indonesia. Meski saya yakin lagu ini pastilah tentang percintaan yang kandas, namun nuansa bunyinya memaksa saya memaknainya sebagai sesuatu yang sepenuhnya berbeda. Mendengarkan lagu ini, juga beberapa nomor lainnya dalam EP yang belum mewujud ini, saya teringat akan kisah sedih mengenai tercerai-berainya Plastik. Mengenai paceklik panjang dunia musik Indonesia. Mengenai melaratnya pahlawan-pahlawan rock kita yang luluh lantak diinjak jagoan-jagoan melayu yang berjaya diatas bahtera mega rupiah. Sudah tertutupkah hatimu? Sudah selesaikah petualangan bunyi kita semua? Apakah memang sampai disini saja cerita rock Indonesia? Tegakah kita mendirikan nisan bertuliskan: “RIP Indo Rock – salam manis, Koalisi Melayu Kaya Raya”. Layaknya Bittertone yang sempat sekian lama mati suri, sebelum akhirnya berlari menuruti kata hati, seperti itulah barangkali kita semua, pecinta rock Indonesia. Hari ini kita terjaga. Mendengarkan Cerita Hidup yang punya demikian banyak makna. Bahwa kita semua masih tertatih dan berdiri dengan payah, tak jadi masalah. Karena kita, tanpa terkecuali, adalah batu yang tak henti menggelinding...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H