Mohon tunggu...
Eko Prabowo
Eko Prabowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

http://wustuk.com\r\n\r\nhttps://soundcloud.com/rakjat-ketjil-music

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Musik 2010: Berteriak Marah - The Album

30 April 2011   18:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:13 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_105390" align="aligncenter" width="300" caption="Sampul album Berteriak Marah"][/caption] Grunge, yang dari asal kotanya nun jauh di Seattle sana mengandung muatan emosi dari jenis pasif-agresif yang kental, rupanya mengalami pergeseran ketika tiba di Jakarta. Tidak hanya dari sisi bunyi, melainkan juga makna. Setidaknya itulah gambaran yang diwakili oleh Berteriak Marah, album kompilasi komunitas grunge lokal yang ditelurkan secara mandiri oleh Total Feedback. Sebelum terlalu jauh, saya peringatkan bahwa, sebagaimana kasus album kompilasi lainnya, kualitas rekaman dari setiap lagu yang ada di album ini tidak berada pada level yang sama. Jika Anda tidak keberatan dengan keragaman itu, maka marilah berkelana sejenak, mengintip isi kepala mereka... Mengingat ini adalah kompilasi jilid ke-6, berisikan 19 nomor orisinil dari band-band grunge Jabodetabek, Medan, dan bahkan Irlandia, rasanya sah-sah saja jika saya menyimpulkan bahwa inilah definisi grunge yang saat ini berkembang di akar rumput. Inilah suara jalanan dari generasi grunge lokal terkini. Meskipun bukan merupakan definisi yang meyakinkan, tapi pernyataan bahwa grunge adalah anak haram dari metal dan punk, bagi saya, terdengar cukup keren. Letakkanlah metal di ujung spektrum paling kiri, punk di ujung spektrum paling kanan, dan Nirvana di titik keseimbangan (karena tidak ada nuansa blues dan rock klasik di album ini, sehingga Pearl Jam maupun Soundgarden tidak relevan untuk dijadikan pembanding), maka kita akan memiliki neraca yang objektif untuk melihat dimana posisi album kompilasi ini berdiri, dalam spektrum grunge yang carut-marut. Di telinga saya, Berteriak Marah meletakkan satu kakinya di titik keseimbangan dan kaki lainnya condong ke wilayah metal. Di ujung spektrum paling metal dari album ini, berdiri Besok Bubar dengan Senjata Pemusnah Massal-nya yang luar biasa brutal. Respito menggenapi dengan Adiksi. Dan seolah menyelaraskan diri, dalam bunyi maupun makna, keduanya sama-sama meneriakkan kata terlarang yang menjadi alasan munculnya logo “Parental Advisory Explicit Lyrics” di sampul album. Nge$&*t!!! Jauh diujung spektrum yang bertolak belakang, berdiri Alien Sick dengan Teri Kampung-nya yang bernafaskan punk. Enam belas band sisanya, berkumpul di sekitar titik keseimbangan. Mencerna Nirvana habis-habisan dan memancarkan warna yang sedikit banyak serupa. Cuma Kamu yang meneriakkan Sensual, De Simpsons dengan Polusi Zaman, serta Candy yang melantunkan Dan Tersenyumlah adalah beberapa yang menyenangkan untuk dinikmati. Bunyi, bagi saya, hanyalah sepertiga dari pesona lagu. Dua pertiganya lagi adalah pesan yang terkandung serta energinya ketika dibawakan secara live. Dan sungguh disayangkan bahwa tidak satupun lirik lagu tercetak di sampul album Berteriak Marah. Jadilah saya mencukupkan diri dengan mati-matian mendengarkan teriakan para vokalis yang tak jarang terdengar seperti jeritan dari alam kubur itu. Namun setidaknya saya bisa tersenyum lega karena sebagian lirik yang tertangkap menunjukkan bahwa grunge, dalam album ini, tidak lagi dimaknai sebatas musik depresi penghantar bunuh diri. Dengan brutal, Besok Bubar menuduh bahwa kitalah, manusia, yang merupakan senjata pemusnah massal penghancur alam semesta. Jelas dan tegas, Respito menyuarakan empatinya pada para pecandu narkoba dan memperjuangkan hak hidup bagi mereka. Alien Sick, dengan sentuhan lirik baru dari sang vokalis, menumpahkan kemuakan mereka pada kelakukan para jagoan kampung yang tak lebih dari preman picisan belaka. Dan Candy, meski terdengar sedikit terlalu manis, mengajak kita semua untuk tersenyum menyambut hidup. Tidak satupun dari mereka mengajak kita menangisi nasib dan mengasihani diri. Tidak ada rayuan gombal untuk berbondong-bondong melabeli diri dengan predikat pecundang. Tidak ada kampanye soal bunuh diri. Suka atau tidak, mungkin era memang sudah berganti. Ide untuk menyakiti diri sendiri, yang dua dekade lalu terdengar keren, rupanya sudah ditinggalkan penonton. Maka sambutlah era baru yang menjelang bersama De Simpsons, yang tetap keren dan nge-grunge, meski meneriakkan semangat hidup yang anti depresi: “Hadapilah semua itu... Hidup ini penuh rintangan!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun