Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Seorang Wanita di Kereta Malam

21 Desember 2021   22:30 Diperbarui: 22 Desember 2021   09:50 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Seorang Wanita di Kereta Malam. Sumber: pexel.com

Suasana kembali dingin dan semakin beku. Aku pesan dua gelas kopi pada pramugari kereta. Segelas kopi panas untukku dan wanita di kursi seberang itu.

Setelah itu, kali ini suasana benar-benar lebih hangat. Bukan hanya dari dua gelas kopi panas itu. Tapi juga obrolan dengan wanita itu. 

Dia tak sedingin perkiraanku rupanya. Atau karena sebagai tanda terima kasih, karena kubelikan kopi. Hmmm..kadang kala, rasa terima kasih harus ditunjukkan kepada si pemberi. 

Dan si pemberi, pasti ada pamrih, sekecil apapun pamrihnya. Seperti pamrihku kepada wanita dingin di kereta malam itu. 

Pamrihku, berharap dia mau diajak ngobrol. Itu saja. Dan rupanya benar, segelas kopi membuat suasana hangat. Dan percakapan mengalir, sangat. 

Dari pakaian yang dikenakan wanita itu, kalau bukan pegawai kantoran mungkin karyawan bank. Pakaiannya tampak rapi dan necis. Menyiratkan dia wanita sosialita metropolitan Jakarta.  

Apalagi dengan kereta eksekutif, pilihan yang sangat wajar untuk dia. Aih, berarti aku juga pria necis seperti wanita itu kalau ukurannya karena naik kereta eksekutif. 

"Liburan Mbak atau karena dinas luar kota?" Tanyaku kemudian dengan lebih rileks. Dengan segelas kopi panas, sepertinya modal keberanianku untuk lebih leluasa mengajak ngobrol wanita itu. 

"Liburan? Dinas? Mas ini yang nggak-nggak aja. Pan sudah kubilang pulang kampung" jawab wanita itu ketus. 

Mendadak cairan es meleleh dari sudut-sudut jendela, kursi, atap kereta dan tentu saja AC di kereta itu. Suasana dingin kembali dan lebih beku. Hampir-hampir aku terasa seperti akan mati kedinginan. 

" Oh maaf, lupa Mbak, aku gak dengar baik-baik. Maaf ya mbak" jawabku sesegera mungkin, walaupun terbata-bata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun