Dalam sebuah forum pertemuan arkeologi, saya pernah katakan bahwa secanggih apapun teknologi, harus menjawab soal-soal kebudayaan.Â
Tanpa memahami kebudayaan, alienasi atau keterasingan sudah pasti menghadang, secanggih apapun kita menguasai teknologi.
Tentu yang saya maksudkan itu, dalam lingkup terbatas soal metode atau cara mempelajari budaya masa lalu. Dengan bantuan teknologi, masa lalu dapat terungkap dengan tingkat validitas tinggi.
Sebaliknya, tanpa memahami kebudayaan, kita tidak tahu bagaimana mengoptimalkan kecanggihan teknologi itu sendiri.Â
Dalam narasi yang lebih luas, jika keterasingan atau alienasi bisa ditempatkan sama pengertiannya dengan kesepian, sebenarnya fenomena keterasingan, alienasi ataupun kesepian sebenarnya sudah di depan mata.Â
Kita terasing dengan dunia yang kita ciptakan sendiri. Kesepian di tengah keramaian, begitu mungkin bahasa gaul alaynya.Â
Kita menciptakan dunia sepi, di tengah hingar bingar perkembangan dunia yang berlari sangat cepat.Â
Kita bukan ketinggalan, tapi kita terpental dengan perkembangan dunia, yang kita ciptakan sendiri.Â
Kenapa? kemajuan teknologi, dunia yang kita ciptakan sendiri, namun tanpa dibarengi oleh cara adaptasi kita memanfaatkan teknologi itu sendiri.Â
Kenapa saya katakan, teknologi tanpa kebudayaan kita menjadi kesepian dan terasing?Â