Jarno adalah teman baru saya. Teman kos yang belum lama pindah. Orangnya biasa saja, berperawakan sedang dengan kulit sawo matang.Â
Setiap hari penampilannya lumayan necis. Entah dia kerja dimana. Tapi setiap pagi kemeja rapi. Lengan panjang digulung tidak sampai siku.Â
Sepatu fantovel yang bermerk lumayan mahal dan populer. Kadang juga dengan penampilan santai. Kemeja garis-garis lengan pendek atau panjang dipadu celana jins slimfit dan sepatu kets merk terkenal.
Sekilas penampilannya memang seperti orang kantoran. Atau sales di perusahaan ternama ataupun bagian customer service sebuah bank. Saya tidak tahu pasti dan sebenarnya tidak ingin tahu. Tidak penting.
Selama sebulan ngekos di samping kos saya. Kami jadi akrab satu sama lain. Dia sering berbagi rokok, kadang juga gula dan kopi. Bahkan sesekali membawakan sebungkus nasi padang untuk makan malam. Walaupun sangat jarang. Â
Jarno ramah dan baik dengan semua teman-teman kos yang rata-rata jomblo kasep. Di kos-kosan kami itu, dihuni oleh rata-rata pekerja di sektor informal.Â
Pekerja pabrik, makelar dan sebagainya. Rata-rata umur 30-40an. Tapi bujang semua. Ibu kos yang sudah umur dan tak menikah itu rupanya memang bikin kos untuk para bujang tak laku.Â
Tapi ibu kos baik, tidak macam-macam, apalagi menggoda kami-kami ini yang sebenarnya ingin digoda. Oleh ibu kos tetangga, yang lebih muda, tentunya.
Ohya, kembali ke Jarno. Selama lebih sebulan itu, kami para tetangganya, tetap tidak tahu kerjanya apa. Setiap kali saya atau teman kos lain tanya, dia hanya bilang kerja di perusahaan di kota itu. Itu saja.Â
Suatu malam di beranda, kami mendengar Jarno menelpon seseorang. Sepertinya seorang wanita. Dan sepertinya istrinya.